Pesantren dengan madrasah/Sekolah
Waktu berlalu, masa pun kini berubah, kehidupan pesantren belum selesai. Di masa renta usianya, yang kini berada di tengah- tengah internasionalisasi dunia pendidikan, ternyata pesantren semakin menarik untuk diamati. Untuk dapat memahami ikhwal pesantren secara utuh dan lengkap, kiranya tidak cukup hanya mengungkap sebatas identifikasi pengamatan moment, hanya sebatas kurun waktu tertentu saja, akan tetapi perlu mengungkap banyak kasus dan fenomena yang terjadi pada pondok pesantren dari waktu ke waktu.
Perubahan wakru yang begitu cepat, diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seakan,memaksa kita unruk mengikuti perkembangan itu dalam berbagai aspekkehidupan, termasuk kehidupan di pondok pesantren. Untuk mengetahui lebih jauh, kiranya perlu mengungkap lebih qalam ten tang problematika pesantren yang kini sedang dihadapi secara rind, meski uraiannya sangat singkat dan tidak sistematis.
Keparipurnaan pondok pesantren harus dipahami dari semua aspek. Apakah, itu aspek politik, aspek sosial dan aspek perjuangan sekali pun. Ibaratnya, kita mengangkat satukasus sebagai bukti perjuangan pondok pesantren. Di awal 70 an, ketika ada kalangan yang mengupayakan pondok pesantren perlu memberikan pendidikan/pelajaran umum bagi para santrinya. Terjadi silang pendapat dikalangan para pengamat dan pemerhati pondok pesantren, ada yang menyetujui, namun ada pula yang tidak menyetujui sama sekali. Sebagian pengamat menganggap, pondok pesantren dengan karakter khas yang tradisional harus tetap dijaga dan dipertahankan. Namun sebaliknya pengamat yang lain, justru tertarik untuk mendorong pesantren agar mengadopsi elemen-elemen budaya luar, antara lain masuknya sistem pendidikan sekolah atau madrasah (Nurcholis Madjid, 1985: 126).
Dari dua pandangan yang berbeda di an tara pengamat dan pemerhati pesantren, melahirkan keinginan yang berbeda pula dikalangan pengelola pondok pesantren. Pertama, tetap bersikeras dan mempertahankan pondok pesantren pada posisi semula, dengan sistem khas tradisional pesantren. Sedangkan keinginan kedua, justru sebaliknya, ingin mengakomodasikan sistem pendidikan sekolah atau madrasah ke dalam sistem pendidikan pondok pesantren.
Akhimya, terjadi persentuhan antara pondok pesantren dengan madrasah dan sekolah. Walau saat itu, kondisi pondok pesantren amat beragam, baik sisi kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki pondok pesantren tersebut. Sejarah mencatat, pondok pesantren (surau) yang pertama kali membuka madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang padci 1921 di bawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah, ayahnya Hamka. Sedangkan di Jawa pondok pesantren Tebuireng Jombang pada 1919 didirikan madrasah formal, bernama Salafiyah yang diasuh oleh K.H. Ilyas. Menyusul Pondok modern Gontor Ponorogo pada 1926 oleh K.H. Imam Zarkasi dan K.H. Sahal (Zuhairini, 1992: 193).
Pondok pesantren yang memiliki kriteria tertentu, ciipandang telah mapan, didukung dengan persyaratan yang cukup, seperti: bangunan/ruang belajar memadai, lahan tanahnya luas, dana untuk pengembangan tersedia, jumlah muridnya banyak, tenaga pengajar yang mempunyai kelayakan serta tersedianya tenaga administrasi, mungkin kondisi seperti ini dipandang layak untuk mengakomodasikan sistem pendidikan sekolah/madrasah pada sistem pendidikan pondok pesantren. Proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan, pondok pesantren yang tidak memiliki kriteria tertentu, dengan syarat-syarat yang diperlukan seperti tadi, kemudian memaksakan kehendak untuk mengakomodasikan sistem pendidikan sekolah/madrasah dengan sistem pendidikan pondok pesantren, jangan berharap bisa berjalan dengan baik. Bahkan ada kemungkinan pondok pesantren yang sebelumnya berjalan lancar jadi terhenti. Sementara sekolah/madrasah sarna tersendat-sendat. Pada akhirnya kedua lembaga itu hidup tidak, mati pun tidak (Laa yahya walaa yaamut).
Di kalangan para pengamat dan pemerhati pondok pesantren, memprediksi beberapa kemungkinan, bahkan tengah terjadi di beberapa pondok pesantren dampak negatif terhadap pondok pesantren serta lingkungannya, akibat dari penggabungan dua lembaga pendidikan yang berbeda itu, antara lain sebagai berikut:
1) Kehadiran para siswa sekolah/madrasah di lingkungan pondok pesantren, setidaknya akan mengusik kekhusyuan para santri dalam belajar di pesantren. Lama kelamaan para santri menjadi tidak kerasan, akhirnya memutuskan untuk pindah ke pesantren lain yang tidak berdampingan dengan sekolah/madrasah.
2) Dari hari ke hari pond ok pesantren makin mengecil, terhijab sekolah/madrasah. Sehingga, tidak mustahil pondok pesantren jadi terkubur, tinggal simbol saja. Akhirnya, yang berkembang pesat adalah sekolah/madrasah.
3) Akan menurunnya daya tarik pond ok pesantren terhadap masyarakat. Terutama masyarakat kalangan ekonomi lemah ke bawah, di samping fanatisme masyarakat tertentu yang lebih antusias terhadap pondok pesantren yang khas tradisional, dalam hal ini pesantren yang murni.
Persentuhan pondok pesantren dengan sekolah/ madrasah, menuntut para pengelola pesantren untuk melakukan berbagai perubahan dan penyempurnaan. Baik perubahan perangkat keras, maupun perangkat lunak (hard ware and soft ware). Akibat dari persentuhan itu, kondisi pondok pesantren menjadi serba berubah segalanya. Dulu, bangunan sederhana, bangunan tua yang dibuat dari kayu dan bambu, kini disulap menjadi gedung megah, permanen karenadibangun dengan biaya cukup besar. Sekalipun dana yang tersedia tidak mencukupi untuk keperluan itu, namun ada upaya lain dalam menutupi kekurangannya, dengan menarik infak dari para orangtua siswa/santri mereka.
Sekarang nuansa kehidupan pondok pesantren menjadi lain;
Dulu para santri hidup dalam kesederhanaan, penuh bersahaja, sekarang berganti dengan kemewahan, dulu para santri hidup serba mandiri, kini menjadi serba ketergantungan, dulu para santri tidur hanya di atas tikar, kini berganti dengan kasur busa, dulu yang didengar di asrama suara santri menghapal kitab-kitab kuning, kini berganti dengan kebisingan suara-suara kaset, dulu para santri bisa makan bebas di warung-warung, atau masak sendiri, sekarang tidak lagi diperbolehkan.
Seiring dengan tuntl.ltan perkembangan zaman dan kemajunan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, telah memaksa kitauntuk melakukan upaya yang serius dalam mewujudkan undang,undang tersebut. Salah satunyaadalah melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Untuk sekolah dasar dan lanjutan pertama yang berciri khas agama Islam diselenggarakan oleh Departemen Agama dengan sebutan madrasah ibtidaiyah ,dan madrasah tsanawiyah ataupondok pesantren, sebagaimana dituangkan dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1990.
Dalam undang, undang nomor 20 tahun 2003 pasa130
ayat (3) dan (4) disebutkan; pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Pendidikmi keagamaan berbentuk diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja sa1!1anera, dan bentuk lain yang sejenis (UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003:14).
Posisi integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional, tercermin dalam berbagai aspek. Pertama, pendidikan nasional menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu muatan wajib dalam semua jalur dan jenjang pendidikan. Kedua, dalam sistem pendidikan nasional ini madrasah dengan sendirinya dimasukan ke dalam kategori pendidikan jalur sekolah. Sehingga kedudukan antara keduanya menjadi sama, tidak ada lagi sikap sub-ordinasi pada pendidikan madrasah (Muchtar Maksum, 1999: 159).
Sekarang cerita itu sudah terjawab dengan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada pondok pesantren salafiyah, yang kini telah mendapat pengakuan dari pemerintah. Ijazahnya diakui, sarna dengan ijazah yang setara dari sekolah/madrasah sebagai lembaga pendidikan formal.
Sumber daya manusia pondok pesantren yang kini menjadi hagian dari sub sistem pendidikan nasional harus mendapat dukungan teramat penting, terhormat dan menentukan di tengah-tengah kehidupan bangsa yang sedang membangun manusia Indonesia seutuhnya. Sudah terbukti sumbangan amaliahnya dalam perjuangan bangsa selama ini. Keberadaannya perlu lebih mendapat perhatian dan dipacu sebagaimana layaknya lembaga pendidikan yang menjadi aset nasional (DPP. SUI, 1995: 247).
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, demi lestarinya pendidikan pondok pesantren sebagai tumpuan harapan umat serta merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perlu pembinaan'dan pengembangan potensi pondok pesantren secara optimal.
Pesantren dengan Perguruan Tinggi
Pertumbuhan dan perkembangan perguruan tinggi di lingkungan pondok pesantren, merupakan fenomena yang cukup menarik untuk disimak dan dicermati. Pondok pesantren merupakan khazanah budaya masyarakat Islam di Indonesia. Pesantren ikut memperkaya dan menjadi penyangga budaya masyarakat Islam dan bangsa Indonesia selama berpuluh-puluh tahun (terutama pada, masa kolonial Belanda). Tetapi juga di era pembangunan hingga kini pondok pesantren telah ikut andil dengan fungsi dan perannya yang cukup signifikan dalam, menggerakkan partisipasi sosial dan memberikan orientasi nilai bagi pembangunan tersebut. Terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah pengaruh pondok pesantren itu.
Eksistensi perguruan tinggi di pondok pesantren secara fungsional telah menambah, sarana bagi proses pendidikan dan pengembangan ilmu yang menjadi tujuan utama pondok pesantren, sebagai lembaga tafaqquh fiddien. Bersamaan dengan itu, sebenarnya telah terjadi berbagai perkembangan di dunia pondok pesantren sebagai hasil dari proses dialog antara pondok pesantren dengan dirinya sebagai lembaga tafaqquh fiddien tersebut, maupun, dengan lingkungannya. Baik lingkungan lokal, nasional maupun globa1.
Dari ketiga komentar sesepuh pondok pesantren sekaligus rektor di perguruan tinggi tersebut, terdapat kesamaan persepsi mengenai dampak perguruan tinggi di pesantren. Pada intinya, pesantren harus tetap bertahan pada jati dirinya, sehingga keberadaan dua lembaga itu akan dapat saling menguntungkan, walaupun adanya sisi kelemahan dari kedua lembaga yang berbeda itu.
Kehadiran perguruan tinggi di pondok pesantren yang mengalami pencepatan perubahan pada peralihan abad ini merupakan proses dialog yang dinamis dan terus menerus. Untuk itu, pada setiap tahap perkembangannya perlu untuk selalu dilakukan penajaman analisis, tujuan dan sasaran serta penajaman alat analisis.
Pondok pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddien dengan lembaga perguruan tingginya mempunyai peluang yang besar untuk mengambil peran sentral di dalam proses pembangunan nasional dengan meneguhkan komitmen nilai, mengembangkan semangat keilmuan, metodologi dan wawasannya termasuk di dalamnya penguasaan bahasa,bahasa asing. Dengan sistem pondok pesantren yang berasrama, hal tersebut akan lebih dimungkinkan pencapaiannya. Namun, hal ini memerlukan kerjasama dan kesungguhan dalam waktu yang panjang, karena yang akan dibangun oleh sistem ini adalah sebuah peradaban yang luhur.
Pesantren dengan Dunia Modem Pondok pesantren dengan kekhasan corak dan wataknya serta kemandiriannya yang kemudian disebut lembaga pendidikan Islam tradisional, kini berada di abad modern. Bagaimana pesantren dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan teknologi atau lebih trendnya disebut dunia modern. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern amat diperlukan dalam kehidupan manusia saat ini. Manusia tak dapat terpisah dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang senantiasa terus berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan waktu yang dialami oleh manusia.
Setiap manusia akan mengalami siklus kehidupan, berkeinginan untuk maju mengikuti perkembangan 'zaman. Istilah modern secara bahasa berarti baru, keinginan, up to date. Oleh karena itu, istilah modern bisa diterapkan untuk manusia dan juga untuk lainnya (Qodri Azizi, 2003: 5).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin besar materialisme, kompetisi global dan bebas tanpa mengenal belas kasih menjadi ciri paling menonjol. Sedangkan, salah satu dampak negatifnya adalah menurunnya nilai agama. Kehidupan manusia dewasa ini memerlukan teknologi modern, berbagai kesulitan akan dapat diatasi, kekerasan dan kekuatan alam akan dapat ditaklukan, jarak yang jauh bisa didekatkan, tanah yang tandus bisa dimanfaatkan, persoalan-persoalan yang sulit dapat dimudahkan. Bahkan sesuatu yang dulu tidak mungkin kini menjadi mungkin, yang dulli hanya sebuah mimpi kini menjadi kenyataan.
Oleh karena itu, manusia hidup di dunia modern seperti sekarang ini harus pandai-pandai memanfaatkan kemajuan teknologi. Manusia ikut dalam proses kesinambungan dan perubahan budaya (continuity And change), namun tetap harus mempertahankan jati dirinya.
Kehidupan pondok pesantren hingga kini tetap disebut lembaga tradisional, tak pernah urung dalam menyikapi perkembangan- perkembangan serta perubahan-perubahan yang dialaminya. Pondok pesantren senantiasa beradaptasi terhadap proses modernisasi, terutama modernisasi pendidikan. Sebagaimana dikemukakan Sukamto dalam bukunya Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, saat, ini pesantren cenderung beradaptasi terhadap pengaruh modernisasi, terutama modernisasi di bidang pendidikan. Munculnya madrasah/sekolah dari mulai tingkat lanjutan pertama hingga perguruan tinggi di lingkungan pesantren.
Keberadaan pondok pesantren seperti sekarang ini, yang telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan, berarti kehidupan pondok pesantren tidak statis. Pondok pesantren telah menunjukan kemampuan dalam mengimbangi perkembangan zaman. Namun demikian, pondok pesantren harus tetap menjaga dan mempertahankan jati dirinya sebagai lembaga tafaqquh fiddien. Oleh karena iru, pondok pesantren hendaknya memperoleh perhatian dan dukungan serta kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian dan keterpanggilan terhadap dunia pendidikan. Sedangkan, untuk dapat berperan secara sentral di masa mendatang, pondok pesantren perlu membenahi diri untuk melakukan antisipasi terhadap berbagai kecenderungan dan kemungkinan yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang.
Daftar Pustaka
H. Mahpuddin Noor, Potret dunia Pesantren, Humaniora, Bandung, 2006
Aceng Abdul Aziz Dy, dkk Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia, Pustaka Maarif NU, Jakarta, 2006
M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, 1974
Abd A’la, Pembaharuan Pesantren, LkiS Pelangi Aksara, Bantul, 2006
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, LP3ES, Jakarta, 1986
Ir. Zein M. Wiryoprawiro, IAI., Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, Bina Ilmu, 1986
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar