Jumat, 01 September 2023

PERADABAN ISLAM DI AFRIKA

 

A. Pendahuluan

 

Islam masuk wilayah Afrika Utara pada masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan berkuasa. Pada saat ini yang menjadi Gubernurnya di Mesir adalah Amru bin Ash, karena kondisi Afrika yang sebelumnya dalam cengkraman penjajah Romawi sangat mengganggu kerja dan usaha Gubernur Amru bin Ash, maka diperintahlah gubernur Amru bin Ash oleh khalifah Mu’awiyah untuk menyerang Romawi yang menduduki Afrika Utara dengan membawa pasukan berjumlah 10.000 orang dipimpin oleh panglima perang yang bernama Uqbah bin Nafi’. Pasukan yang dipimpin oleh Uqbah bin Nafi’ ini berhasil mengalahkan pasukan Romawi dan berhasil menguasai kota Qoiruwan pada tahun 670 M. Kota Qoiruwan inilah yang dijadikan benteng pertahanan pasukan Uqbah bin Nafi’ untuk melanjutkan penyerbuannya ke Tunisia. Tidak berselang lama kota Tunisia berhasil di kuasai oleh pasukan Uqbah bin Nafi’, yang kemudian ia diangkat oleh Mu’awiyah sebagai Gubernur di Afrika Utara.

Ketika Khalifah Dinasti Umaiyah di pegang oleh Abdul Malik bin Marwan pada tahun 685 M. ia berusaha memperluas kekuasaannya ke beberapa wilayah di Afrika Utara yang sebelumnya pernah dikuasai oleh Uqbah bin Nafi’ akan tetapi satu persatu jatuh kembali ke tangan penjajah Romawi yang bersekutu dengan tentara Barbar, kini telah dikuasi oleh Abdul Malik bin Marwan bersama pasukannya yang dipimpin oleh Hasan bin Nu’aim.

Kekuasaan Abdul Malik bin Marwan di Afrika Utara ini sebenarnya belum seratus persen aman karena bangsa Barbar dan Romawi selalu melakukan pemberontakan-pemberontakan sehingga beberapa wilayah melepaskan diri. Ketika Khalifah Dinasti Umaiyah mengalami perubahan dan selanjutnya kekuasaan ada ditangan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik pada tahun 705 M ia mengirim pasukan ke Afrika Utara yang dipimpin oleh Musa bin Nushair yang sekaligus dapat merebut berapa kota yaitu Mayorca, Minorca, Ivca dan wilayah pebatasan Spanyol. Keberhasilan Musa bin Nushair ini membuka jalan bagi tentara Islam untuk menaklukkan wilayah Spanyol di Eropa.

 

Kekuasaan Dinasti Umaiyah berikutnya di pegang oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa ini Khalifah juga masih memberi perhatian serius terhadap pengembangan kekuasaan umat islam khususnya di Afirka Utara. Berbeda dengan para pendahulunya, khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam mengembangkan islam di Afrika Utara tidak lagi dengan berperang melainkan dengan cara mengirim sepuluh ulama ahli Fiqih untuk mengajarkan ajaran islam kepada penduduk bangsa Barbar. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkeinginan agar seluruh penduduk Afrika Utara termasuk bangsa barbar yang suka memberontak menjadi muslim yang taat. Kesepuluh ulama fikih itu bekerja keras untuk memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam. Usaha ini cukup berhasil, karena bangsa Barbar memeluk agama Islam dan menjadi muslim yang taat.

Untuk memahami peradaban Islam di Afrika, tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang Dinasti Al Murobithun dan Al Muwahiddun. Karena Dinasti inilah yang mula-mula muncul di Afrika. Untuk membicarakan Al Murobithun dan Al Muwahhidun tidak bisa kita abaikan juga pembicaraan tentan Dinasti Umaiyah II di Andalusia. Oleh karena itu kita nanti membicarakan sedikit Dinasti Umaiyah II di Andalusia.

Dinasti Umayyah II, yang merupakan dinasti Islam di Spanyol yang dibangun oleh salah satu generasi penerus dari Dinasti Umayyah I di Damsakus, Abdurrahman al­ Dakhil, ternyata tidak mampu menunjukkan eksistensinya secara terus menerus. Hal ini disebabkan, salah satunya, oleh kompetisi yang tidak sehat dan kalangan istana untuk menduduki jabatan khalifah. Keadaan tersebut diperparah oleh peletakkan jabatan oleh khalifah yang sah dari kedudukannya, sebagai perwujudan dari moral accountability karena merasa tidak mampu membawa dinasti ke arah yang lebih baik (1009 M.). Sedangkan beberapa orang yang dicoba untuk memegang jabatan tersebut, ternyata tidak mampu dan justru memperburuk keadaan yang akhimya menuju kehancuran total. Puncak dari keadaan tersebut adalah penghapusan gelar khalifah oleh Dewan Menteri yang memerintah Cordova, ibu kota dinasti Islam di Spanyol ketika itu. Peristiwa tersebut, yang terjadi di tahun 1013 M., membawa ekses yang tidak kecil bagi eksistensi ummat Islam di Spanyol[1]

Umat Islam, sete1ah peristiwa tersebut, terpecah menjadi berpuluh-puluh kelompok yang saling mengadakan perang saudara dengan semangat yang agresif-ekspansif

 

B. Dinasti Muluk al-Tawaif

Nama Muluk al Thawaif berasal dari dua kata, muluk dan tawaif. Kata muluk merupakan bentuk plural dari malik yang berarti raja atau penguasa, sedangkan kata tawaif juga merupakan bentuk plural dari taifah yang berarti kelompok, golongan atau suku. Sehingga yang dimaksud dengan muluk al tawaif adalah raja-raja yang memimpin  golongan atau kelompok tertentu di Spanyol.

 

Muluk al Thawaif ini merupakan konsekwensi logis dari kekuasaan Bani Umayyah II yang sudah melemah. [2] Muluk al Thawaif berkuasa di Spanyol selama kurang lebih 50 tahun sebelum akhimya ditundukkan oleh dinasti al-Murabitun yang mengadakan ekspansi dari Afrika Utara (1090 M)[3]  Meskipun demikian, periode muluk al Thawaif ini merupakan masa kecermelangan kulturan di Spanyol, disamping merupakan masa fragmentasi polits [4]

Disintegrasi kekuasaan dan degradasi politis umat Islam di Spanyol ini berlangsung sampai dengan munculnya kesadaran terhadap ekspansi Kristen terutama setelah Toledo dapat dikuasai pasukan Kristen (1085). Reaksi paling keras dilontarkan para pemuka agama sebagai respon bergesernya life style para penguasa lokal menuju hedonisme dan matrialisme sempit. Kesadaran inilah yang mendorong mayoritas penguasa lokal tersebut untuk membuka pintu bagi kedatangan dinasti al-Murabitun di Afrika Utara untuk mengadakan rekonsiliasi.

 

C. Dinasti al-Murobitun

Dinasti ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pasukan Arab yang masuk ke Afrika. Utara bersamaan dengan ekspansi yang dipimpin oleh Musa bin Nusair. Yahya bin Ibrahim, tokoh dinasti al-Mutalasimun di Maroko, meminta kepada salah seorang tokoh agama yang ditemuinya di Qairawan untuk mengerim juru dakwah di daerahnya. Permintaan tersebut dipenuhi dengan diutusnya Abdullah bin Yasin al-Jazuli yang selanjutnya menjadi pemimpin spiritual suku tersebut. Oleh karena itu, pada mulanya dinasti ini merupakan gerakan keagamaan (spiritualitas) yang menitikberatkan pada gerakan moral mengingat ketika itu krisis moral sudah melanda dalam diri para penguasa. Spiritualilas suku ini sendiri dibangun dengan dasar pelaksanaan ibadah di tempat yang tinggi, ribat (di Senegal sekarang). Inilah yang kemudian menjadi dasar penyebutan suku ini dengan nama al-Murabitun.[5] Ketika Abdullah meninggal (1059), jabatan kepemimpinan dipegang oleh Yahya bin Umar yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakar dan Yusuf bin Tasyfin pada tahun 1056. Yusuf bin Tasyfin inilah yang menjadi tokoh sentral dalam ekspansi wilayah al-Murabitun sehingga menjadi  penguasa Muslim terbesar saat itu. karena Bani Abbasiyyah di Baghdad sudah melemah, Fatimiyyah di Mesir sudah jatuh dan Spanyol di bawah kekuasaan muluk at-tawaif  sudah terpecah-pecah [6]

Dengan berpusat di Marakesy, sebagaimana dijelaskan diatas, Yusuf masuk ke Spanyol atas respon terhadap disintegrasi umat Islam di wilayah itu. Oleh karena itu, Yusuf mempunyai obsesi untuk menyatukan kembali raja-raja lokal tersebut di bawah kekuasaan al-Murabitun. Hal tersebut semakin urgen mengingat kekuatan Kristen, di  bawah pirnpinan Alfonso VI, semakin gencar melakukan ekspansi. Meskipun demikian, dengan usaha yang tidak mengenal lelah akhimya Yusuf mampu mewujudkan obsesi besarnya tersebut [7]. Di bawah Yusuf inilah dinasti al-Murabitun mampu menguasai wilayah yang sangat luas, yaitu dari wilayah Sudan di selatan hingga pegunungan Perenia di utara dan Samudra Atlantik di barat hingga perbatasan Tunisia di timur.

Dinasti a1-Murabitun ini berakhir ketika Tasyfin, sebagai pengganti Ali bin Tasyfin yang mati terbunuh (1143), mengadakan penyerangan terhadap kekuatan al­ Muwahidun yang dipimpin Abdul Mu'min bin Ali. Penyerangan tersebut gagal sehingga Tasyfin sendiri melarikan diri ke Wahran, Aljazair sekarang. Namun justeru di tempat inilah dia mati terbunuh ketika hendak melarikan diri kembali dari kepungan pasukan al­ Muwallidun terhadap ribatnya. Semua pengawalnya dibantai, kepala Tasyfin sendiri dipenggal dan dibawa ke markas al-Muwahidun. Ironisnya, peristiwa tersebut justeru tetjadi pada bulan Ramadhan 539 H./1145 M. Setelah peristiwa tersebut, kekuasaan dinasti al-Murabitun hanya terkonsentrasi di kota Marakesy di bawah komando Ishak bin Ali bin Yusuf. Namun satu tahun setelah peristiwa di Aljazair tersebut, benteng pusat kota, sebagai pertahanan terakhir dinasti al Murabitun, dikepung pasukan al-Muwahidun. Setelah selama satu tahun dikepung, akhimya benteng tersebut jatuh juga di bawah kekuasaan pasukan al-Muwahidun.

Para penguasa dinasti al-Murabitun adalah sebagai berikut :

1. Abu Bakar bin Umar (1056-?)

2. Yusuf bin Tasyfin (1061-1107)

3. Ali bin Yusuf( 1107 -1143)

4. Tasyfin bin Ali (1143-1146)

5. Ibrahim bin Tasyfin (1146)

6. Ishak bin Ali bin Yusuf (l 146-1147)

 

 

 

D. Dinasti al-Muwahidun



[1] W. Montgomery Watt, kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orienlalis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990).217-218.

[2] Ibid hal 219

[3] Amani Burhanudin Umar Lubis, Dunia Islam Bagian Barat, 202

[4] CE. Bosworth, Dinasti Islam, Bandung, 35

[5] Lapidus, Sejarah Sosial 572

[6] Kekuasaan Daulah Bani Umaiyah

[7] Badri Yatim, Sejarah Pendidikan Islam, 98

Kamis, 31 Agustus 2023

NASIKH- MANSUKH DALAM AL QURAN

 

NASIKH- MANSUKH DALAM AL QURAN

 

 

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

 

Pada kesempatan kali ini saya akan membicarakan tentang nasikh-mansukh dalam Al Quran, yang merupakan salah satu tema dalam ulumul Quran yang mngundang perdebatan para ulama.

Sebelum lebih jauh membahas nasikh-mansukh, alangkah lebih baiknya kalau kita menyamakan persepsi tentang makna nasikh-mansukh terlebih dahulu sehingga menghindari debat kusir yang tidak diperlukan.

 

Menurut bahasa, kata Nasakh sedikitnya mempunyai empat macam arti yaitu[1] ;

1.      Menghapus/meniadakan,

         Contohnya (                                                ) artinya Uban itu menghilangkan kemudaan. Dalam Al Quran juga ada contoh kata nasakh yang berarti menghapuskan (meniadakan) seperti ini, yaitu terdapat dalam firman Allah swt. Surat Al Hajj : 52

!$tBur $uZù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB 5Aqß§ Ÿwur @cÓÉ<tR HwÎ) #sŒÎ) #Ó©_yJs? s+ø9r& ß`»sÜø¤±9$# þÎû ¾ÏmÏG¨ÏZøBé& ã|¡Yusù ª!$# $tB Å+ù=ムß`»sÜø¤±9$# ¢OèO ãNÅ6øtä ª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎËÈ

         Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,

 

 

2.      Memindahkan sesuatu yang tetap sama. Dalam al quran tidak ada ayat yang berisi kata nasakh yang berarti pindah

 

3.      Menyalin/mengutip. Yakni nasakh diartikan dengan menyalin/mengutip tulisan dari satu buku ke dalam buku lain, dengan tetap adanya persamaan antara salinan/kutipan dengan yang dikutip. Dalam Al Quran surat Al Jatsiyah: 29

#x»yd $oYç6»tFÏ. ß,ÏÜZtƒ Nä3øn=tæ Èd,ysø9$$Î/ 4 $¯RÎ) $¨Zä. ãÅ¡YtGó¡nS $tB óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇËÒÈ

            (Allah berfirman): "Inilah Kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya kami Telah menyuruh mencatat (mengutip) apa yang Telah kamu kerjakan".

         Dalam ayat yang lain surat Al A’raf : 154 disebutkan ;

$£Js9ur |Ms3y `tã ÓyqB Ü=ŸÒtóø9$# xs{r& yy#uqø9F{$# ( Îûur $pkÉJyó¡èS Wèd ×puH÷quur tûïÏ%©#Ïj9 öNèd öNÍkÍh5tÏ9 tbqç7ydötƒ ÇÊÎÍÈ

            Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya (kutipan) terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.

 

4.      Mengubah dan membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya yakni, nasakh bermakna mengubah sesuatu ketentuan/hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, diganti dengan hukum baru yang lain ketentuannya. Dari Ayat Al Quran, juga ada lafal nasakh dengan arti seperti ini, yaitu terdapat dalam surat Al Baqoroh : 106

$tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÊÉÏÈ

         Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

 

Disamping makna nasakh secara lughowi yang beragam sebagaimana diatas, makna istilahi nasakhpun beragam adanya. Makna istilahi nasakh menurut para ulama adalah sebagai berikut [2] ;

 

1.      _1v Knæ _æäA Km oi  8äZ&Bi kb1 däËæã 7Bneã

 

         Nasakh ialah membatalkan hukum yang diperoleh dari nash (ketentuan dalil) yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nash yang datang kemudian

 

2.      éQ=E g~e9æ éQ=Feã kb<ã SY< 7Bneã

        

         Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak juga

 

 

3.        u-p 2Q é5ã=î&eã Si éQ=E g~e9æ éQ=Feã kb<ã SY< 7Bneã

ä&æä) dpvã kb<ã läbe rvqe

         Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak dengan adanya tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku.

 

4.      Menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula atau menghapuskan hukum syara dengan dalil syara yang lain [3].

 

Sementara itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa antara ulama-ulama mutaqoddimin dan muta’akhirin tidak sepakat dalam memberikan pengertian naskh secara terminologi. Hal itu terlihat dari kontroversi yang muncul di antara mereka dalam menetapkan adanya nasakh dalam Al Quran.[4] Misalnya, menurut Ibnu Katsir dan Al Maroghi menetapkan adanya pembatalan hukum dalam Al Quran, namun dengan tegas Al Ashfahani menyatakan bahwa Al Quran tidak pernah disentuh “pembatalan”.[5]

Nasakh bagi kalangan yang mengingkarinya dianggap sebagai “mimpi buruk” dan “suatu yang mengada-ada”. Karena itu orang-orang kafir meminta kepada Nabi Muhammad saw. suatu mukjizat yang oleh Al Quran diungkap dalam QS. Al Anbiya’ : 5

ö@t/ (#þqä9$s% ß]»tóôÊr& ¥O»n=ômr& È@t/ çm1uŽtIøù$# ö@t/ uqèd ֍Ïã$x© $uZÏ?ù'uŠù=sù 7ptƒ$t«Î/ !$yJŸ2 Ÿ@Åöé& tbqä9¨rF{$# ÇÎÈ

Bahkan mereka Berkata (pula): "(Al Quran itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, Maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagai-mana rasul-rasul yang Telah lalu di-utus".

 

Sebagaimana pendapat Amir Abd. Aziz yang dikutip oleh Kamaludin Marzuki, Nasakh berarti mencabut berlakunya hukum syarak dengan dalil syara’ yang datang belakangan [6] Ia dianggap oleh para pendukungnya sangat mungkin dan logis. Penetapan maupun pencabutan suatu hukum didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Dr. Shubhi Shalih memberi alas an dalam konteks ini dengan menganalogikan pada turunnya Al Quran kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur. Ayat-ayat Al Quran diturunkan oleh Allah sesuai dengan kasus yang terjadi, sesuai dengan realitas yang berkembang dan memperhatikan kesanggupan manusia yang mukallaf terhadap pesan yang dibawa oleh Al Quran. Di mata pendukung-pendukungnya, nasakh bukanlah aib bagi Allah yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, ulama seperti Shubhiy Shalih, Al Khu’I dan Amir Abd. Aziz dalam pembahasan ‘Ulumul Quran mereka, langsung masuk ke dalam materi Nasikh Mansukh.[7] Dan mereka membagi masalah Nasikh-Mansukh ini menjadi ;

a.      Ayat yang bacaan dan hukumnya dinasakh. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan diamalkan. Dalam hal ini Dr. Amir Abd. Aziz mengambil misal sebuah riwayat Al Bukhori dan Muslim. Yaitu hadis dari ‘Aisyah ra. Yang mengatakan ;

         êã dqA< òq&Y $äiqfRi Cj5 o6BnY $äiqfRi $äRM< =FQ d?îmã äji läa

Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al Quran) adalah sepuluh radla’at (isapan menyusu) yang diketahui, kemudian di nasakh dengan lima (isapan menyusu) yang diketahui. Maka Rasulullah saw. wafat.

 

Maksudnya, mula-mula ditetapkan, dua orang anak yang berlainan ibu sudah dianggap bersaudara apabila salah seorang di antara mereka sebanyak sepuluh isapan. Ayat tentang sepuluh atau lima isapan dalam menyusu kepada seseorang ibu ini sekarang tidak termaktub di dalam mushhaf karena baik bacaan maupun hukumnya telah dinaskh.

 

b.      Ayat yang bacaannya dinasakh, sedangkan hukumnya tidak. Contoh jenis ini biasanya, diambil tentang ayat rajam. Mula-mula, ayat raja mini terbilang ayat Al Quran, kemudian bacaannya dinasakh, sementara hukumnya tetap berlaku. Ayat yang dinyatakan mansukh (dinasakh) bacaannya sementara hukumnya tetap berlaku itu berbunyi ;

         ÁÁÁ äjsqL<äY Ö6~Feãp 7~Feã äm> ã:ã

Jika seorang pria tua dan wanita tua berbuat zina, maka rajamlah keduanya …

 

c.      Ayat yang bacaannya tetap berlaku, tetapi hukumnya tidak. Nasakh dalam kategori  inilah yang menjadi pembahasan luas pakar di Ulumul Quran. Dalam masalah ini pulalah, perselisihan pendapat di antara ulam terjadi. Misalnya mengenai QS. Al Baqoroh : 240

 

tûïÏ%©!$#ur šcöq©ùuqtGムöNà6YÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& Zp§Ï¹ur OÎgÅ_ºurøX{ $·è»tG¨B n<Î) ÉAöqyÛø9$# uŽöxî 8l#t÷zÎ) 4 ÷bÎ*sù z`ô_tyz Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ Îû $tB šÆù=yèsù þÎû  ÆÎgÅ¡àÿRr& `ÏB 7$rã÷è¨B 3 ª!$#ur îƒÍtã ×LìÅ6ym ÇËÍÉÈ

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Mulanya, jika seorang suami meninggal, sang istri, setelah berakhirnya masa iddah menanti selama satu tahun penuh tanpa mendapatkan warisan apa-apa. Tetapi ketetapan ini dinasakh dengan firman Allah QS. Al Baqoroh : 234

 

 

tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFムöNä3ZÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& z`óÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkô­r& #ZŽô³tãur ( #sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& Ÿxsù yy$oYã_ ö/ä3øŠn=tæ $yJŠÏù z`ù=yèsù þÎû £`ÎgÅ¡àÿRr& Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÌÍÈ

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka (Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan) menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

 

Kaitannya dengan pelaksanaan hukum, nasakh dibagi menjadi tiga, yaitu ;

 

1)      Nasakh perintah sebelum perintah itu sendiri dilaksanakan.

Contohnya : Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail. Perintah itu segera dicabut justru sebelum Ibrahim memotong leher putranya. Pencabutan perintah semacam ini bias disimak pula pada QS. Al Mujadilah : 12

 

 

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ãLäêøyf»tR tAqß§9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ

Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Ayat ini menurut Al Zarkasyi dinasakh oleh ayat berikutnya yang berbunyi :

÷Läêø)xÿô©r&uä br& (#qãBÏds)è? tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU ;M»s%y|¹ 4 øŒÎ*sù óOs9 (#qè=yèøÿs? z>$s?ur ª!$# öNä3øn=tæ (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 ª!$#ur 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÌÈ

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

2)      Nasakh Tajawwuz

Yaitu nasakh terhadap perintah yang diwajibkan kepada umat sebelum Islam. Misalanya pembatalan terhadap berkiblat ke Bait al Makdis diganti menuju ke Ka’bah. Berkiblat ke Baitul Makdis diwajibkan kepada umat sebelum Islam. Kemudian peintah ini di nasakh. Selanjutnya umat Islam diwajibkan berkiblat ke Ka’bah.

 

3)      Nasakh terhadap perintah karena sebab tertentu yang kemudian dibatalkan lantaran hilangnya sebab.

Al Zamakhsyari memberi contoh, ketika umat Islam masih dalam keadaan lemah dan berjumlah sedikit diperintahkan bersabar tanpa diwajibkan ber amar makruf nahi munkar, jihad dan lainya. Tetapi setelah sebab itu sendiri hilang, atau dengan kata lain setelah umat Islam kuat dan berjumlah besar, maka diwajibkan ber amar makruf nahi munkar serta berjihad. Sebagaimana dalam QS: Al Jatsiyah : 14

 

 

@è% šúïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä (#rãÏÿøótƒ šúïÏ%©#Ï9 Ÿw tbqã_ötƒ tP$­ƒr& «!$# yÌôfuÏ9 $JBöqs% $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç6Å¡õ3tƒ ÇÊÍÈ

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah[1383] Karena dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang Telah mereka kerjakan.

 

[1383]  yang dimaksud hari-hari Allah ialah hari-hari di waktu Allah menimpakan siksaan-siksaan kepada mereka.

 

 

B.     Rukun dan Syarat Naskh

Dari beberapa definisi diatas baik lughowiyan wa ma’nawiyan, kita ambil pengertian ringkasnya menjadi rukun dan syarat Naskh sebagai berikut ;

 

1.      Adat Naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada.

2.      Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dial ah yang membuat hukum dan Dia pula yang menghapusnya

3.      Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, dihapuskan, atau dipindahkan [8]

 

Adapun syarat-syarat Naskh adalah :

 

1.      Yang dibatalkan adalah hukum syara’

2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntunan syarat’

3.      Pembatalan hukum tidak disebabkanoleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut

4.      Tuntunan yag mengandung naskh harus datang kemudian

 

 

C.     Ayat yang Terkena Nasakh

Setelah melakukan penelitian, para ulama dan ahli ushul bersepakat, bahwa nasakh hanya terjadi pada ayat amar (perintah) dan nahi (larangan) sampai amar dan nahi itu dalam bentuk khabar yang mempunyai pesan thalab. Sementara pada kalimat berbentuk  khabar yang bukan bermakna thalab, nasakh tidak terjadi. Termasuk dalam katergori ayat yang tak terkena nasakh ini adalah janji, ancaman, dan cerita-cerita mengenai berbagai umat.

Misalanya QS. Al Mukminun : 1-2

 

ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya

 

QS. Al Mukminun : 12-14

 

ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sƒø:$# ÇÊÍÈ

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

 

Menurut Abu al Qasim, dalam hubungannya dengan nasikh dan mansukh, surah-surah Al Quran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu ;

 

1.      Surat yang didalamnya tidak terdapat ayat-ayat nasikh dan tidak terdapat mansukh. Jumlahnya ada 43 surat

2.      Surat yang didalamnya terdapat nasikh tetapi tidak terdapat mansukh. Jumlahnya ada 6 surat

3.      Surat yang didalamnya terdapat ayat-ayat mansukh, tetapi tidak terdapat padanya nasikh. Jumlahnya 40 surat

4.      Surat yang kemasukan nasikh dan mansukh. Jumlahnya 25 [9]

 

Demikian sedikit makalah yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Prof. Abdul Djalal, H.A. Ulumul Quran, Edisi lengkap Dunia Ilmu Tahun 2000

DR, Rosihan Anwar, M.Ag., Ulumul Quran, Pustaka Setia, 2008

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al Quran, LKis, Pelangi Aksara, 2005

Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Rosda, 1992

Manna’ Al Qoththon, Mabahits fi Ulumil Quran, 19973

Muhammad Ali Ashshobuni, Tafsir ayat ahkam Bina Ilmu, 1985



[1] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. Ulumul Qur’an, Edisi lengkap Dunia Ilmu, tahun 2000, hal 106

[2] Ibid, hal 111

[3] DR. Rosihon Anwar, M.Ag. Ulumul Quran untuk UIN, STAIN, DAN PTAIS, Pustaka setia, hal 165

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Quran, Rosda, Bandung, 1994 hal 136

[7] Ibid

[8] Op Cit, hal 166

[9] Op Cit, hal 143