Kamis, 16 Maret 2023

ANALISIS PERUBAHAN KURIKULM DAN DAMPAK DARI PERUBAHANNYA

 

SOAL

 

1.              Dalam perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia seringkali terjadi perubahan kurikulum. Buat analisis, mengapa kurikulum seringkali berubah dan bagaimana dampak perubahan itu bagi perkembangan pendidikan di Indonesia !?.

 

JAWAB

Analisis Pertama

Perubahan kurikulum terjadi karena adanya faktor yang mendorong terjadinya perubahan itu. Faktor tersebut adalah antara lain :

1.              Social Demand (kebutuhan masyarakat)

2.              Science and Technology Development (perkembangan IPTEK)

3.              Man Power Resources (kebutuhan tenaga kerja) [1]

 

1.              Social Demand (kebutuhan masyarakat)

Pada dasarnya, pendidikan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kurikulum yang dimikian adalah kurikulum yang relevan dengan masyarakat[2] Sedangkan kurikulum yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat akan meningkatkan jumlah lulusan yang menganggur[3]

Kalau kita melihat sejarah pendidikan di Indonesia kita tidak boleh melupakan tokoh-tokoh yang melakukan proses pendidikan di Indonesia jaman dahulu, yaitu para Kiyai dan Ustadz di pesantren-pesantren. Mereka melakukan proses pendidikan karena kebutuhan masyarakat saat itu adalah supaya bisa pandai sehingga tidak mudah di akali oleh para penjajah. Kurikulum yang digunakannya pun bersifat sangat sederhana yaitu belajar menulis dan membaca Al Quran. Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat akan pendidikan pun berubah mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat setempat. Kita lihat misalnya pendidikan yang dilaksanakan oleh KH. Ahmad Dahlan ( Jogjakarta), Ki Hajar Dewantara (Jogjakarta) Kyai Mohammad Syafei (Sumatera Barat dengan INSnya), kurikulum yang dipakai berkisar pada kebutuhan masyarakat saat itu yaitu bagaimana bisa mempersiapkan kemerdekaan RI. [4] Pada masa-masa selanjutnya kurikulum mulai terlembagakan sebagaimana yang kita lihat pada fase-fase berikut ;

a. Tahun 1968       :   Kurikulum berorentasi pada Materi (Subject Matter Oriented)

b. Tahun 1975       :   Kurikulum berorentasi pada Tujuan (Out put Oriented)

c. Tahun 1984       :   Kurikulum penyempurnaan dari kurikulum tahun 1975

d. Tahun 1994       :   Kurikulum berorientasi pada Tujuan Nasional dan Lokal

e. Tahun 1999       :   Kurikulum Suplemen

f. Tahun 2004       :   Kurikulum berorientasi pada Kompetensi (Integrasi Tujuan Umum)

g. Tahun 2006       : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan [5]

Semua perubahan yang dilakukan pada kurikulum yang terlihat sebagaimana fase-fase diatas bertujuan agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.

Perubahan yang terjadi di masyarakat baik dimensi kebudayaan, geografis, politik, sosial dan ekonomi harus bisa dijawab oleh kurikulum yang sedang dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan.

2. Science And Technology Developments :

Kita mengetahui bahwa berkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sekarang sedang berkembang pesat, guru sebagai agen pembelajaran tidak boleh kalah dengan perkembangan tersebut, paling tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut. Oleh karena itu  guru harus bisa memanfaatkan segala kecanggihan teknologi tersebut dalam rangka untuk memyampaikan bahan ajar kepada para siswa. Perkembangan teknologi dan pertumubhan masyarakat itu digambarkan  oleh A.J. Lewis yang dikutip Omar Hamalik ‘’ bahwa anak yang dilahirkan saat ini menamatkan bangku kuliah, maka dunia informasi yang akan dihadapi nanti sudah berkembang empat kali lipat. Ketika si anak tersebut berumur 50 tahun, dunia informasi menjadi berkembang 32 kali lipat.[6] Kurikulum harus di desain agar siswa mampu menghadapi dunianya saat ini dan waktu yang akan datang. Dengan Teknologi komunikasi yang canggih siswa bisa belajar lewat televisi dan hasilnya sama dengan siswa yang belajar dengan bertatap muka di kelas [7]

Lebih dahsyat lagi dengan perkembangan teknologi Internet, yang memuat jutaan informasi dari berbagai belahan dunia dan berbagai segi kehidupan yang sewaktu-waktu siap untuk diambil oleh banyak orang ke dalam komputer pribadinya. Oleh karena itu Kurikulum akan dengan sendirinya tidak relevan jika tidak bisa mengikti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3. Man Power Resources (kebutuhan tenaga kerja)

Sebuah lembaga pendidikan harus menyiapkan kurikulum yang siap mencetak lulusan siap kerja. Oleh karena itu harus ada studi yang mendalam tentang apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar sekolah. Masyarakat merupakan suatu proses yang senantiasa dalam perubahan, dengan perubahan itu masyarakat akan selalu mengalami dinamisasi baik bidang ekonomi, budaya, politik dan sosial.

Dalam dunia yang sedang berkembang, tentu sangat membutuhkan orang-yang bisa menggerakkan roda perekonomian suatu negara dari segala faktornya. Maka lembaga pendidikan yang baik adalah lembaga yang mempunyai kurikulum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya masyarakat membutuhkan tenaga ahli bidang komputer, lembaga pendidikan siap menyuplai orangnya. Masyarakat membutuhkan insinyur mesin, lembaga pendidikan siap mengirim ahlinya dan seterusnya, sehingga semua kebutuhan masyarakat terlayani oleh lembaga pendidikan.

Dari hasil studi Perencanaan Pendidikan dan Ketenagakerjaan menyarankan perlunya diberikan program-program keterampilan yang lebih banyak terhadap program-program di sekolah untuk memperkecil angka pengangguran[8]

Jadi kurikulum pendidikan disusun berdasarkan tingkat kebutuhan atau lapangan kerja di masyarakat [9]

Disamping tiga faktor yang menyebabkan berubahnya kurikulum sebagaiman tersebut diatas adalah lagi faktor yang menyebabkan berubahnya kurikulum yaitu faktor politis. Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan di Indonesia pada masa pra orde baru, dimana politik dijadikan sebagai panglima oleh pemerintah berakibat pendidian diarahkan pada proses indoktrinasi dan menolak segala unsur dari luar. Selama masa itu pendidikan diarahkan bukan pada peningkatan kualitas tapi sebagai alat kekuasaan untuk mencapai tujuan politik [10]

Pada masa Orde Baru pendidikan merupakan alat kekuasaan dan bersifat militeristik. Hal ini ditunjukkan dengan penyeragaman pakaian sekolah SD-SLTA dan sentralisasi kurikulum. Padahal sentralisasi, misalnya, merupakan kerangka politik untuk menyeragamkan pola pikir, sikap, dan cara bertindak siswa.[11] Sehingga pada masa orde baru muncul tradisi ganti menteri ganti kebijakan dalam bidang pendidikan.

Kerapnya pergantian kebijakan hususnya kurikulum yang tidak berkesinambungan memperlihatkan tidak dimilikinya blue print mengenai pendidikan nasional. Sekaligus membuktikan bahwa Indonesia belum memiliki pondasi pendidikan yang kuat dan benar.[12]

Analisis Kedua

Dengan berubahnya kurikulum sebagaimana tersebut diatas, akan menimbulkan dampak pada kurikulum dan pendidikan itu sendiri. Namun sebelum menguraikan dampak dari seringnya perubahan kurikulum, kami sampaikan terlebih dahulu tentang pengertian kurikulum sebagai berikut ;

a. Kurikulum dalam arti tradisional

Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.[13]

Pengertian seperti itu mempunyai implikasi sebagai berikut :

1)              Program sekolah bersifat sangat formal dan hanya berlangsung dalam kelas

2)              Guru sebagai pemegang otoritas pembelajaran di sekolah

3)              Buku paket atau guru sebagai sumber belajar satu-satunya

b. Kurikulum dalam arti modern

‘’ Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not ’’

Pengertian kurikulum tersebut berimplikasi sebagai berikut ;

1)              Sumber belajar ; semua media informasi

2)              Cakupan kurikulum; semua pengalaman, pengetahuan, aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan perserta didik

3)              Kegiatan pembelajaran dilakukan secara integrated; intra, co dan extra kurikuler[14]

Jelas, bahwa perbedaan pengertian kurikulum akan membawa implikasi yang berbeda-beda pula pada konsep pendidikannya atau proses belajar mengajar.

Dampak dalam arti negatif yang ditimbulkan akibat berubahnya kurikulum adalah antara lain sebagai berikut ;

a. Kebingungan di kalangan sekolah :

Sekolah sebagai pelaksana kebijakan pendidikan di tingkat paling bawah merasa sangat bingung dengan silih bergantinya kurikulum, yang pada akhirnya sekolah harus mengikuti apa yang dimaui oleh pusat. Belum selesai mensosialisasikan kebijakan pusat di tingkat sekolah sudah ganti lagi kebijakan lain, seperti dalam hal konsep CBSA, Link and Match, Suplemen, KBK dan KTSP. Yang lain pun belum disosialisasikan datang lagi yang lainnya. Sehingga sekolah tidak bisa mandiri dan kreatif, yang dikejar hanya bagaimana siswa bisa memperoleh NEM sesuai yang di patok oleh Pusat yang menjadi tolok ukur kelulusan siswa.

b. Tidak Jelas Arah pendidikan

Sering berubahnya kurikulum pendidikan menunjukkan tidak jelasnya arah pendidikan, kita akan sulit merancang pendidikan masa depan.

Dalam istilah HAR Tilaar, pendidikan nasional tidak memiliki blue print [15]

c. Tertinggal dengan negara lain

Negara lain sudah jauh melesat meninggalkan kita, misalnya Malaisia dan Singapura, kita masih berkutat mencari format pendidikan Indonesia yang ideal. Kedua negara tersebut dahulunya masih dibawah negara kita secara kualitas tapi sekarang sudah meningglkan kita. Didik Darmanto (2004) yang dikutip oleh Joko Susilo, gagalnya sitem pendidikan Nasional dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, terlihat dari despotisme moral masyarakatnya.

Pendidikan di Indonesia tidak memiliki standar pagu mutu yang diinginkan itu seperti apa. Standar pagu mutu dilihat dari sudut pandang siswa, sudut pandang dari orang tua, sudut pandang dari pemerintah, sudut pandang dari masyarakat dan sudut pandang dari dunia usaha tidak ada patokannya.[16]

Dari hasil penelitian HDI tahun 2003, pendidikan di Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara. Sungguh hasil yang menyayat hati, Malaisia yang pada era 50-an mengimport guru dari negara kita menempati urutan ke 58, sedang Singapura yang mencontoh konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara menempati urutan ke 28[17]

Dengan demikian menunjukkan kurang bagusnya sitem pendidikan nasional kita termasuk di dalamnya adalah kurikulum, akan membawa dampak ketertinggalan pendidikan kita dari negara lain semakin jauh.

SOAL

2.       Berdasarkan penelitian yang dilakukan World Bank, bahwa kualitas pendidikan di Indonesia belum menunjukkan hasil peningkatan signifikan;

a.     Uraikan apa relevansi antara peningkatan kualitas pendidikan dengan kualitas warga negara pada umumnya.

b.          Uraikan faktor yang dominan mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia !

 

JAWAB

a. Relevansi antara kualitas penndidikan dengan kualitas warga negara         

Relevansi antara peningkatan kualitas penndidikan dengan kualitas warga negara pada umumnya sangat kuat, artinya apabila kualitas pendidikan suatu negara baik maka kualitas warga negara pada umumnya akan ikut baik. Akan tetapi bila kualitas pendidikan suatu negara buruk akan buruk pula kualitas warga negara itu. Karena itu pendidikan akan selalu dibicarakan banyak orang dan banyak negara. Pendidikan adalah merupakan masalah yang tidak pernah selesai. Pendidikan bahkan selalu menjadi perdebatan. Di negara yang sudah maju pun masih selalu membicarakan tentang pendidikan. Semua orang akan mengambil bagian kalau yang dibicarakan masalah pendidikan. Orang yang ingin memperbaiki seseorang, sekelompok orang, suatu negara dan bahkan dunia pasti akan melakukannya melalui pendidikan. Orang yang akan merusak negarapun akan melakukannya melalui pendidikan[18].

Begitu pentingnya pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa, Sindhunata menerangkan bahwa pada tahun 1972 The International Commision For Education Development dari Unesco sudah mengingatkan bangsa-bangsa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keaadaan sebuah bangsa, harus dimulai dengan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci.[19]

 

b. Bagaimana memperbaiki kualitas pendidikan

Untuk memperbaiki pendidikan dilakukan dengan mengkaji ulang pendidikan pada tingkat filsafat, pada level ini dilakukan renungan mendalam yang universal dimana pendidikan dihubungkan dengan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, pemikiran mendalam, universal dan bersifat umum ini selanjutnya diturunkan pada level kedua yaitu filsafat pendidikan. Pada level dua ini pendidikan itu dipikirkan secara mendalam dan universal tetapi terfokus pada masalah pendidikan yang akhirnya muncul dalam bentuk paradigma baru tentang pendidikan. Renungan-renungan mendalam ini selanjutnya diturunkan pada level ketiga yaitu penyusunan dan pembangunan kembali teori-teori ilmu pendidikan yang disesuaikan dengan paradigma yang telah dihasilkan pada level dua. Setelah itu barulah didesain model-model pendidikan yang sejalan dengan teori ilmu pendidikan yang baru tersebut. Inilah cara yang benar dalam memperbaiki pendidikan.[20]

Kejayaan suatu bangsa dapat dimanifestasikan dalam banyak cara melalui pendidikan, antara lain dalam tujuannya, keberanian, tanggung jawab moral, keutamaan ilmiah, kebudayaan serta tujuan hidup sehari-hari.[21] Tetapi pada akhirnya sumber dari kejayaan adalah pada individu dan masyarakat yang merupakan subtansi hidup dari bangsa dan negara. Tiada tugas negara yang paling mulia kecuali meluaskan kesempatan mengenyam pendidikan yang sebaik-baiknya kepada setiap warga negaranya.

Oleh karena itu perbaikan pendidikan dengan yang sifatnya tambal sulam tidak akan bisa menyelesaikan problem perbaikan pendidikan. Misalnya, lulusan kurang cinta negara, lantas buru-buru pelajaran PKn ditambah jamnya. Melihat murid-murid suka tawuran ditambah jam pelajaran akhlaknya, mencetak buku agama dan sebagainya.

Untuk memperbaiki pendidikan perlu adanya reformasi pendidikan artinya upaya perbaikan pada bidang pendidikan. Reformasi pendidikan memiliki dua karateristik dasar, yaitu terprogram dan sistemik. Reformasi pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan. Yang termasuk ke dalam reformasi terprogram ini adalah inovasi, yaitu memperkenalkan ide baru, metode baru atau sarana baru untuk meningkatkan beberapa aspek dalam proses pendidikan agar terjadi prubahan. Sementara itu, reformasi sistemik berkaitan dengan adanya kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol system pendidikan secara keseluruhan. Reformasi sistemik berada baik di dalam lingkup sekolah maupun luar lingkup sekolah. Namun yang seringkali terjadi kesulitan dalam pelaksanaan reformasi sistemik ini adalah yang berada di luar lingkup sekolah. Tidak jarang reformasi ini melibatkan kekuasaan dan politik, mencakup pelimpahan dan distribusi kewenangan dari birokrasi pada tingkat operasional yang paling rendah. Reformasi sistemik menyatukan inovasi-inovasi yang dilakukan di dalam sekolah dan di luar sekolah secara lebih luas.[22]

Disamping itu pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan antara lain ;

1.      membenahi kurikulum

2.      peningkatan profesionalisme guru

3.      membuat standar kelulusan

4.      menerap kan otonomi pendidikan (MBS)

5.      memberikan life skill

 

c.   Faktor Dominan yang mempengaruhi Pendidikan di Indonesia

1.   Kebijakan tentang Pendidikan

Ketika Megawati menjadi Presiden RI, beliau memberikan kritik tentang pendidikan sebagai berikut “ kegiatan pendidikan yang disusun dari tahun ke tahun tidak pernah konsisten dan tidak pernah menjamah aspek manusia secara langsung ( Media, 23 September 2000). Ini mengindikasikan bahwa pendidikan di Negara kita secara internal belum bisa memberikan pelayanan prima kepada seluruh warga Negara. Adapun secara eksternal pendidikan di Indonesia ketinggalan jauh dari gerbong globalisasi, dimana tuntutan globalisasi adalah desentralisasi, otonom, dan beragam, sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing [23]. Kalaupun desentralisasi, otonom, dan penerapan MBS telah diberlakukan akan tetapi belum berjalan dengan lancar.

Terlebih lagi dengan adanya klasifikasi sekolah Negeri, Swasta, Unggulan dan Non Unggulan, menjadikan masyarakat memperoleh pendidikan secara tidak merata, dikernakan kebijakan pemerintah untuk masing-masing sekolah tersebut berbeda-beda [24].

2.   Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan seharusnya berorentasi demi kepentingan anak didik, pasar dan pembangunan IPTEK, karena tuntutan era globalisasi adalah kurikulum pendidikan harus integrallity, holistic, wholistic, continuitiy dan consistency, utuh, satu kesatuan, menyeluruh [25]

Diakui bahwa pengembangan kurikulum itu berangkat dari ide yang pada gilirannya diwujudkan dalam bentuk program. Siapa yang memiliki ide tersebut ? Ide biasanya muncul dari peranan tokoh atau orang yang dipercaya atau diberi kekuasaan untuk menangani masalah pendidikan, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional. Ironisnya, jika ia tidak memiliki ide baru atau hanya meniru ide-ide terdahulu, biasanya masyarakat akan segera bereaksi dan mengkritik kinerja Menteri tersebut. Karena itulah ia harus tampil dengan wajah dan ide baru, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum. Padahal ganti kurikulum berarti ganti buku, ganti cara membuat silabus dan persiapan mengajar, dan seterusnya [26].

 

3.   Guru

UUD Republik Indonesia secara jelas mencantumkan kata-kata “ ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” ini berarti secara konstitusional Negara kita sudah berjanji untuk mencerdaskan seluruh warga Negara melalui dunia pendidikan. Namun sangat ironi sekali kenyataan pendidikan kita jauh tertinggal dengan Negara-negara tetangga kita yang tidak mencantumkan kata-kata “ ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam Undang-undang Dasar negaranya. Karena rendahnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan yang salah satu indikator rendahnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan nasionalnya terlihat dari terpuruknya profesi guru. Profesi guru yang di dalam masyarakat Indonesia sebagai profesi yang terhormat dan ditinggikan, tetapi sekaligus dicampakkan. Pengamatan ini tentunya merupakan lampu kuning terhadap upaya bangsa Indonesia untuk hidup dan bersaing di dalam kehidupan global abad 21 [27]. Secara formal status guru di dalam masyarakat dan budaya Indonesia masih menempati tempat terhormat, namun secara material profesi guru mengalami kemerosotan yang mengkhawatirkan. Dengan diberlakukannya UU RI Nomor : 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, diharapkan bisa merubah penilaian buruk terhadap profesi guru. Karena dalam UU tersebut mencantumkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut, antara lain ;

a.   memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme

b.   memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c.   memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas dst. [28].

 

4.   Sarana Prasarana Pendidikan

      Sarana dan prasarana akan sangat mempengaruhi terhadap kemampuan para pelaksana pendidikan, semakin lengkap sarana yang dimiliki akan mengangkat prestasi pendidikan tersebut

5.   Dana Pendidikan

Dana merupakan salah satu syarat atau unsur yang ikut menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Selama ini, dikeluhkan bahwa mutu pendidikan nasional rendah karena dana yang tidak cukup. Namun dana bukan satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan pendidikan bermutu disamping dana juga sitem, keahlian dan moral pelaksana pendidikan juga menjadi faktor utama keberhasilan pendidikan [29].

 

Kesimpulan :

Pada dasarnya tidak seluruhnya pendidikan di Indonesia tidak baik. Kalau kita mengatakan baik-buruknya pendidikan hanya karena kita melihat hasil release penelitian World Bank yang menunjukkan keberadaan pendidikan kita pada rangking jauh di bawah, itu rasanya kurang adil. Kita sebenarnya mempunyai orang-orang yang dikenal dunia sebagai orang yang berkualitas misalnya, era tahun 1970 an kita mengenal Habibie, Gus Dur, Nur  Cholis Majid. Belakangan kita mengenal Anis, Rektor Paramidana, masuk dalam kelompok orang berpengaruh dunia, Andi Octavian Latif siswa SMAN 1 Pamekasan Peraih medali emas Olimpeade Fisika Internasional ke 37 tahun 2006, Adam dan Surya Siswa SMA 1 Jember, peraih medali emas pada Asia Physic Olimpiad tahun 2008 dan lain sebagainya.

Keberadaan orang-orang yang berkualitas tersebut memang tidak sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia yang jumlahnya dua ratus juta lebih, sehingga tidak bisa mengangat citra pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Demikian analisis tentang perubahan kurikulum dan dampaknya serta relevansi kualitas pendidikan dengan kualitas warga Negara pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Arikunto, Suharsimi, Hand out Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, Unv. Muhammadiyah Yogyakarta

Hamim, Nur, Hand out Materi Kuliah Perkembangan Kurikulum PAI

Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Rosda, 2007

Irawan, Ade , Mendagangkan sekolah, ICW, 2004

Muhaimin, MA. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Raja Grafindo, Jakarta, 2006

Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda, 2007

Mastuhu, M.Ed. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad 21, Safrina Insania Press, 2004

Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Grasindo, 2003

Pidarta, Made, Landasan Kependidikan,  Rineka Cipta, Jakarta, 1997

Syukur, Fatah NC, M.Ag. Teknologi Pendidikan, RaSail, 2005

Susilo, M. Joko Pembodohan siswa tersistimatis, Pinus, 2007

Tafsir, Ahmad Filsafat Pendidikan Islam, Rosda, 2006,

Tilaar, H.A.R. M.Sc. Ed., Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, 2002,

 



[1] Hand out Materi Kuliah Perkembangan Kurikulum, Dr. Nur Hamim

[2] Prof. Dr. H. Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Rosda, 2007 hal 76

[3] Drs. Nurkolis, M.M. Manajemen Berbasis Sekolah, Grasindo, 2003 hal 280

[4] Landasan Kependidikan,  Prof. Made Pidarta, Rineka Cipta, Jakarta, 1997 hal 123

[5] Hand out Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, Prof. Dr. Hj. Suharsimi Arikunto, Unv. Muhammadiyah Yogyakarta

[6] Prof. Dr. H. Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Rosda, 2007 hal 43

[7] Drs. Fatah Syukur, NC, M.Ag. Teknologi Pendidikan, RaSail, 2005 hal 149

[8] Dr.E. Mulyasa, M.Pd. Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda, 2007 hal 8

[9] M. Joko Susilo, Pembodohan siswa tersistimatis, Pinus, 2007 hal 227

[10] Ade Irawan, Mendagangkan sekolah, ICW, 2004 hal 11

[11] ibid hal 12

[12] Ibid hal 16

[13] Prof. Dr. H. Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Rosda, 2007 hal 3

[14] Hand out Materi Kuliah Perkembangan Kurikulum, Dr. Nur Hamim

[15] Ibid

[16] Drs. Nurkolis, M.M. Manajemen Berbasis Sekolah, Grasindo, xvii

[17] M. Joko Susilo, Pembodohan siswa tersistimatis, Pinus, 2007 hal 16

[18] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Rosda, 2006, hal 40

[19] M. Joko Susilo, Pembodohan siswa tersistimatis, Pinus, 2007 hal 226

[20] Ibid, hal 43

[21] Dr. H. Sujarwo & Dr. H. Basrowi, Filsafat Pendidikan, Yayasan Kampusina, 2006 hal 103

[22] Drs. Nurkolis, M.M. Manajemen Berbasis Sekolah, Grasindo, hal 35

[23] Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad 21, Safrina Insania Press, 2004 hal, 32.

[24] Ibid, hal 33

[25] Ibid, hal 37

[26] Prof. Dr. H. Muhaimin, MA. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Raja Grafindo, Jakarta, 2006 hal, 81

[27] Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed., Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, 2002, hal 85

[28] Dr. E. Mulyasa, M.Pd. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Rosda, 2008, hal 21

[29] Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional abad 21, Safrina Insania Press, 2004 hal, 51.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar