Jumat, 08 April 2022

PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN UNTUK MENGEMBALIKAN KEJAYAAN ISLAM

 

1.      PENDAHULUAN

Kita semua sedang mengamati dan bahkan ada di antara kita yang sedang mengalami yang namanya proses pendidikan. Bahkan memperbaiki pendidikan – dengan segala perubahan dan perkembangannya - menjadi cita-cita kita bersama setelah umat Islam mengalami yang namanya zaman kemunduran islam.

Di kalangan umat Islam nasional maupun Internasional sedang terjadi berbagai diskusi mencari format bagaimana cara untuk mengembalikan umat islam kepada kejayaan sebagaimana yang pernah di alami Islam pada saat itu. Islam saat itu sempat memperoleh sebutan ” Golden Age Of Islam ”.

Dari berbagai kegiatan diskusi, seminar sampai kepada kongres pendidikan islam sedunia mencari format ideal untuk mengembalikan umat islam kepada jaman keemasan itu, diantaranya adalah bagaimana umat islam dalam melaksanakan pendidikan. Dari sinilah kemudian berbagai definisi tentang pendidikan islam dicetuskan.

Bahkan ada gejala atau kecendrungan manusia untuk selalu membicarakan tentang pendidikan, baik orang yang ahli maupun yang tidak tahu sama sekali teori pendidikan, apa lagi di Negara kita akhir-akhir ini sedang berupaya memberi penghargaan yang tinggi kepada para pendidik dengan  aktifitas kependidikannya.

Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal.[1] Pandangan ini walaupun tidak secara langsung mengambil arti dari sebuah hadits Rasulullah saw. yang berbunyi : 92feã 1ã 9tjîeã oi kfReã èfÊã  yang artinya kurang lebih ”Carilah ilmu mulai dari buaian ibu hingga ke liang lahad. Jelas ini merupakan pemaknaan pendidikan secara islami.

Serupa dengan pandangan tersebut diatas berkaitan dengan pendidikan, adalah pendapat John Dewey yang mengatakan bahwa ” Education is the process without end ” yang artinya pendidikan adalah suatu proses tanpa akhir.[2]

Orang Yunani, lebih kurang 600 tahun SM, telah menyatakan bahwa pendidikan ialah suatu usaha membantu manusia menjadi manusia.[3] Ada dua kata yang penting dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia.” Manusia perlu dibantu agar Ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat) kemanusiaan. Itu menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi manusia. Karena itulah sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manusia. Jadi, tujuan mendidik ialah me-manusia-kan manusia. Agar tujuan itu dapat dicapai dan agar program dapat disusun maka ciri-ciri manusia yang telah menjadi manusia itu haruslah jelas. Seperti apa kriteria manusia yang menjadi tujuan pendidikan itu? Tentulah hal ini akan ditentukan oleh filsafat hidup masing-masing orang. Orang-orang Yunani Lama itu menentukan tiga syarat untuk disebut manusia. Pertama, memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri kedua, cinta tanah air; dan ketiga berpengetahuan.

 

 

2.      MERANCANG APLIKASI BERBAGAI PANDANGAN FILOSOFIS DALAM APLIKASI PENDIDIKAN

 

2.1.   Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat Pendidikan Islam menurut Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed. adalah pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi masnusia Muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.[4]

Jadi Filsafat pendidikan Islam itu berfikir mendasar, sitematik, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan Islam, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan.

Karena itu dalam mengkaji filsafat Pendidikan Islam seseorang akan diajak memahami :

a).  konsep tujuan pendidikan

b).  konsep guru yang baik

c).  konsep kurikulum, dan seterusnya.

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah :

a).  secara mendalam

b).  Sistematik

c.)  logis

d).  Radikal

e).  dan universal

Semua itu berdasarkan atas tuntutan ajaran Islam, khususnya berdasarkan al-Quran dan al-Hadits. Dalam hubungan ini, seseorang yang mengkaji filsafat pendidikan Islam, disamping harus menguasai masalah filsafat dan pendidikan pada umumnya, juga perlu menguasai secara mendalam kandungan al-Quran dan al-Hadist dan hubungannya dengan membangun pemikiran filsafat pendidikan Islam.

Dengan kata lain seorang pemikir filsafat pendidikan Islam adalah orang yang menguasai dan menyukai filsafat dan pendidikan secara mendalam, juga sekaligus harus berjiwa Islam.

 

2.2.   Aplikasi Pandangan Filosofis Pendidikan.

Oleh karena itu dalam merancang aplikasi berbagai pandangan filosofis dalam aplikasi pendidikan, khususnya pendidikan Islam, perancang (desainer) harus benar-benar menguasai bidang fislafat pendidikan Islam, karena pada hakekatnya tujuan pendidikan yang ingin dituju itu erat kaitannya dengan pandangan hidup si desainer pendidikan itu sendiri, dan tujuan pendidikan itu harus diketahui bersama oleh seluruh komponen sekolah, sehingga segala bentuk aktifitas pendidikan dalam sebuah lembaga pendidikan benar-benar mengarah kepada pencapain tujuan pendidikan yang di canangkan secara bersama-sama.

Jika kita berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas islami. Sedang idealitas islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus dipatuhi.

Kepatuhan kepada Allah itu maknanya adalah penyerahan diri secara total kepada-Nya. Penyerahan diri secara total kepada Allah menjadikan manusia menghambakan diri hanya kepada-Nya semata.

Bila manusia telah bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah berarti telah berada di dalam dimensi kehidupan yang mensejahterakan di dunia dan membahagiakan di akhirat. [5] Inilah akhir dari tujuan pendidikan Islam.

Dalam aplikasi praktis pendidikan, tujuan pendidikan ini dijadikan atau diformulasikan dalam Visi dari lembaga pendidikan yang bersangkutan. Semakin beragamnya latar belakang desainer lembaga pendidikan, memungkinkan terjadinya beberapa lembaga pendidikan islam satu dengan yang lainnya berbeda-beda dalam menentukan visi lembaga pendidikannya. Hal itu karena faktor atau latar belakang pendidikan desainer pendidikan yang ada pada lembaga pendidikan islam tersebut.

Oleh karena itu kami ingin menyampaikan rancangan aplikasi berbagai pandangan filosofis dalam aplikasi pendidikan sebagai berikut;

 

2.3.   Aplikasi Pandangan Filosofis Tujuan Pendidikan

Pandangan filosofis tentang tujuan pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para tokoh antara lain ;

2.3.1. Al Ghazali.

Menurut konsep Al Ghazali, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri pada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan.[6]

2.3.2.  Ibnu Kholdun.

Ibnu Kholdun berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah memberi pengalaman sebanyak-banyak kepada anak didik. Karena pada hakekatnya manusia itu berbeda dengan hewan, disamping manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan membutuhkan interaksi dengan sesamanya, juga manusia adalah makhluq yang berfikir, dengan berfikir inilah akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat berfikirnya itu. manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan peradaban.[7]

Dalam aplikasi pandangan filosofis Ibnu Kholdun tentang tujuan pendidikan adalah lembaga  pendidikan memberi dan menciptakan lingkungan atau ruang gerak bagi murid untuk berinteraksi dengan sesamanya lebih banyak dan lebih luas agar semakin memberi kematangan berfikir bagi siswa yang bersangkutan.

2.3.3. Ibn Maskawaih

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad Ibnu Ya'kub Ibn maskawaih – menurut beliau tujuan pendidikan itu adalah membentuk manusia yang berakhlaqul karimah.[8]

 Ketika bebicara pendidikan islam di Inodenesia maka kita tidak boleh melupakan tujuan pendidikan nasional yang telah disusun oleh negara Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[9]

 

2.4.   Aplikasi Pandangan Filosofis Tentang Pendidik atau guru

Berbicara tentang Pendidik atau Guru, ada beberapa pandangan yang selayaknya kita kaji dengan seksama, dengan tujuan agar pandangan-pandangan tersebut bisa kita aplikasikan pada dunia pendidikan kita saat ini. Pandangan-pandangan itu antara lain ;

2.4.1    Menurut Al-Ghazali

juga menjelaskan tentang ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan. Ciri-ciri tersebut adalah:

a.      Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri

b.      Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentukanya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.

c.      Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

d.      Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat.

e.      Di hadapan muridnya, guru harus rnemberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji lainnya.

f.       Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan intelektual dan daya tangkap anak didiknya.

g.      Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya.

h.      Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya, sehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.

i.       Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didiknya tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu

 

Jika tipe ideal guru yang dikehendaki al-Ghazali tersebut di atas dilihat dari perspektip guru sebagai profesi nampak diarahkan pada aspek moral dan kepribadian guru, sedangkan aspek keahlian, profesi dan penguasaan terhadap materi yang diajarkan dan materi yang harus dikuasainya nampak kurang diperhatikan. Hal ini dapat dimengerti, karena paradigma (cara pandang) yang digunakan untuk menentukan guru tersebut adalah paradigma tasawauf yang menempatkan guru sebagai figur sentral, idola, bahkan mempunyai kekuatan spiritual, di mana sang murid sangat bergantung kepadanya. Dengan posisi seperti ini nampak guru memegang peranan penting dalam pendidikan [10].

 

 

2.4.2.   Menurut Ibnu Khaldun.

Menurut Ibnu Kholdun, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia di samping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar proses pencapaian ilmu yang demikian itu maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.[11]

2.4.3.   Menurut Ikhwan al-Safa

 Ikhwan al Safa adalah perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Perkumpulan ini berkembang pada abad kedua Hijriah di kota Bashrah, Irak). Keberhasilan seorang pelajar tergantung kepada guru yang cerdas, baik akhlaknya, lurus tabi'atnya, bersih hatinya, menyukai ilmu, bertugas mencari kebenaran.

Dalam aplikasi praktis pendidikan, sebuah lembaga pendidikan islam dalam merekrut guru atau pendidik hendaknya melalui seleksi atau melalui uji kelayakan dengan kriteria yang telah ditetapkannya. Misalnya; guru harus beriman dan bertaqwa kepada Allah, berakhlaq mulia, sehat jasmani dan rohani, cerdas, kreatif dan bertanggung jawab serta dapat menjadi uswah hasanah bagi anak didik. Dengan kreteria yang telah ditetapkan itu diharapkan dapat memperoleh guru yang baik, yang sesuai dengan visi yang akan dijalankan oleh lembaga pendidikan. Akan tetapi bila dalam perekrutan guru itu tanpa adanya kreteria sebagaimana yang telah ditetapkan dikhawatirkan akan dapat guru yang asal-asalan, ini yang harus dihindari sejauh mungkin.

 

 

2.5.   Aplikasi Pandangan Filosofis Tentang Kurikulum

Secara tradisional kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Kurikulum tersebut disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2.5.1.   Menurut pandangan al Ghazali

Dalam mengajarkan ilmu pengatahuan - sebagai kurikulum - kepada anak didik adalah ilmu pengetahuan yang digali dari kandungan al-Quran, karena ilmu model ini akan bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, karena dapat menenangkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah.

Sebaliknya, ilmu bahasa dan gramatika hanya berguna untuk mempelajari agama, atau berguna dalam keadaan darurat saja. Sedangkan ilmu kedokteran, matematika dan teknologi hanya bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia. Ilmu-ilmu syair, sastra, sejarah, politik dan etika hanya bermanfaat bagi manusia dilihat dari segi kebudayaan bagi kesenangan berilmu serta berbagai kelengkapan dalam hidup bermasyarakat.

Sejalan dengan itu al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah. Ilmu pengatahuan tersebut adalah:

1.      Ilmu al-Quran dan ilmu agama seperti fiqh, hadist dan tafsir.

2.      Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj serta lafdz-lafadznya, karena ilmu ini berfungsi membantu ilmu agama.

3.      Ilmu-ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi yang beraneka macam jenisnya,termasuk juga ilmu politik.

4.      Ilmu kebudayaan, seperti syair, sejarah dan beberapa cabang filsafat[12]

 

2.5.2.   Menurut pandangan Ibnu Kholdun.

Bahwa dalam negara islam tidaklah sama situasi dan kondisinya, oleh karena itu tidak ada keharusan untuk menyamakan kurikulum yang harus ditempuh  oleh anak didik, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi negara islam itu sendiri.[13] Tetapi di negara islam tidak boleh ditinggalkan kurikulum yang memuat pelajaran ; Al Quran, Al Hadits, Bahasa Arab, Membaca dan Menulis.

Sebagai aplikasi pandangan filosofis tentang kurikulum dalam pendidikan praktis adalah bagaimana lembaga pendidikan islam mampu mengemas kurikulum yang memuat banyak dimensi kehidupan. Utamanya adalah bagaimana kurikulum pendidikan islam mampu merespon tuntutan perkembangan zaman, sehingga lulusan dari lembaga pendidikan islam mampu bersaing tentang kualitas dengan lulusan pendidikan non islam.

Pendidikan islam bukanlah sekadar untuk menjadikan pendidikan agama islam sebagai ”cagar budaya” dengan mempertahankan paham-paham tertentu, tetapi sebagai agent of change, tanpa kehilangan jati diri keislamannya. Dengan dimikian pendidikan islam akan responsif terhadap tuntuan masa depan, yaitu bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh, tetapi juga produktif. [14]

Malik Fadjar merumuskan, bahwa pendidikan Islam dapat menjadi pendidikan alternatif apabila ia dapat memenuhi empat tuntutan :

1).     Kejelasan cita-cita dengan langkah-langkah yang operasional di dalam usaha mewujudkan cit-cita pendidikan islam;

2).     memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya;

3).     meningkatkan dan memperbaiki manajemen;

4).     Peningkatan mutu sumber daya manusianya.[15]

 

2.6.   Aplikasi Pandangan Filosofis Tentang Metode Mengajar

2.6.1.   Menurut Ibnu Khadun

Bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama ini harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajannya. Keterangan-keterangan yang diberikan harus secara umum, dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dari kesanggupannya memahami apa yang diberikan kepadanya[16]

2.6.2.   Menurut Al Ghazali

Al Ghazali berpendapat bahwa ilmu itu tidak hanya bisa diperoleh melalui panca indra semata, melainkan bisa diperoleh dengan metode lain yang bersifat batin dan ilhami. [17] Dengan demikian sarana-sarana batiniah yang bisa menghubungkan manusia dengan alam ruhani bisa dicapai hanya dengan cara membersihkan diri dari dosa-dosa dan dari kotoran-kotoran materi terlebih dahulu.

Dari pemahaman pendapat Al Ghazali tersebut dalam aplikasinya adalah dengan memberikan pemahaman kepada anak-anak didik untuk selalu menjaga kebersihan jiwa dan raganya. Selanjutnya diajak untuk melakukan riyadloh-riyadloh untuk menguatkan sisi ruhanianya yang pada akhirnya anka-anak didik tersebut akan terbuka hatinya untuk menerima hidayah atau ilmu pengetahuan dari Allah swt.

Didalam Al Quran menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan antara lain[18]

1.            Metode Teladan

2.            Metode Kisah-kisah

3.            Metode Nasihat

4.            Metode pembiasaan

5.            Metode Hukum dan Ganjaran

6.            Metode Ceramah

7.            Metode Diskusi

 

Dalam aplikasi pendidikan praktis, kuriulum dan metode merupakan elemen penting dalam proses belajar mengajar. Berhasil dan tidaknya suatu tujuan pendidikan tergantung kurikulum yang dipersiapkan dan metode yang digunakannya. Tidak relevannya kurikulum dan metode yang dikembangkan di suatu sekolah dengan realitas kehidupan yang dialami oleh siswa, menyebabkan siswa terasing dari lingkungannya alias tidak bisa peka terhadap perkembangan yang terjadi disekitarnya.

Oleh karena itu berbagai setrategi, pendekatan dan metode terhadap kurikulum harus selalu mengalami perubahan dan pengembangan. Misalnya melalui pendekatan CTL, Tematik, serta penggunaan strategi Quantum Learning dan sebagainya.

Tidak adanya relevansi antara kurikulum dan strategi pembelajaran akan berakibat kurang baik terhadap anak-anak didik. Hal ini berarti, dalam konteks globalisasi, sekolah tersebut telah gagal untuk mengantarkan peserta didiknya untuk menjadi anak yang cerdas, tanggap dan dapat bersaing dipasaran bebas.[19]

Untuk merancang aplikasi berbagai pandangan filosofis dalam aplikasi pendidikan tergambar jelas pada saat kita menyusun KTSP, yang terdiri dari berberapa komponen antar lain;

1.            Pendahuluan

2.            Visi, misi dan Tujuan Sekolah

3.            Kurikulum (pengertian, struktur, silabus, RPP)

4.            Muatan lokal

5.            Pengembangan Diri

6.            Pengaturan Beban Belajar

7.            Ketuntasan Belajar (KKM)

8.            Kelulusan siswa (pelaporan/raport, skl)

 

Dengan memberi atau menambahkan nilai-nilai keislaman konstekstual pada komponen yang menjadi bagian dari KTSP tersebut, diharapkan bisa meningkatkan mutu lulusan lembaga pendidikan islam.

 

3.      MENILAI APLIKASI BERBAGAI PANDANGAN FILOSOFIS DALAM APLIKASI PENDIDIKAN

 

Hal yang mendasar dari sebuah proses pendidikan adalah sejauh mana lembaga pendidikan itu siap memproses anak didik menjadi anak didik yang mampu menyerap dan mengamalkan nilai-nilai ajaran islam yang ditanamkan kepada mereka. Melalui serangkaian kurikulum yang ditetapkan, dilaksanakan oleh para guru yang berkualitas, baik kualitas keilmuannya maupun kualitas keagamaannya serta didukung oleh kecermatan dan kejelian dalam memilih pendekatan, strategi dan metode yang diterapkan dalam menyampaikan materi pelajaran, kemungkinan besar keberhasilan sebuah lembaga pendidikan itu akan tercapai.

Nilai-nilai keislaman yang kita tanamkan kepada peserta didik ini harus kita susun secara rapi dan kita pikirkan secara mendalam, menyeluruh dan terkonsep dengan baik. Nilai-nilai keislaman inilah yang menjadi masalah utama dan sekaligus mendasar dalam dunia pendidikan islam. Sayangnya tidak setiap orang memahami masalah besar ini. Lebih sayang lagi bila hal ini kurang disadari oleh pengambil keputusan dalam bidang pendidikan.

Nilai adalah angka atau harga.[20] Bernilai artinya berharga. Sesuatu barang bernilai tinggi karena barang itu harganya tinggi. Jelas, segala sesuatu tentu bernilai, karena segala sesuatu berharga, hanya saja ada yang harganya rendah ada yang tinggi. Sebetulanya tidak ada sesuatu yang tidak berharga; tatkala kita mengatakan ” ini tidak berharga sama sekali” sebenarnya yang kita maksud ialah ini harganya amat rendah. Kita mengatakannya dengan cara lain bahwa barang itu nilainya amat rendah.[21]

Dalam dunia pendidikan, lembaga pendidikan islam harus mampu menanamkan nilai-nilai keislaman secara mendalam, menyeluruh kepada peserta didik, sehingga peserta didik betul-betul bertingkah laku dan berakhlak sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Apabila lembaga pendidikan islam mampu mencetak generasi yang beriman, bertaqwa, berilmu serta berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran isalam, maka lembaga pendidikan islam itu mempunyai harga atau nilai yang tinggi.

Dan sebaliknya apabila lembaga pendidikan islam itu tidak mampu mencetak generasi yang beriman, bertaqwa, berilmu serta berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran islam, maka lembaga pendidikan islam itu gagal dalam mencetak generasi muslim mendatang.

Lembaga pendidikan Islam harus mampu mencetak generasi yang berakhlaqul karimah. Karena generasi yang berakhlakul karimah akan mampu membawa perubaha-perubahan positif di kalangan masyarakat sekelilingnya. Sebaliknya generasi yang berakhlak tercela akan menyebabkan timbulnya penyakit kejiwaan, yang pada akhirnya akan membawah dampak negatif dalam kehidupan sosialnya. Karena itulah awal dari krisis yang berkepanjangan di negara kita ini adalah bermula dari krisis akhlak yang melanda masyarakat kita.

Kesalahan mendesain pendidikan islam akan menyebabkan keimanan yang lemah, iman yang lemah akan menyebabkan kemerosotan akhlak, merosotnya akhlak akan menyebabkan penyakit kejiwaan, penyakit kejiwaan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kriminal.

Oleh karena itu kita harus bisa membangun lembaga pendidikan yang baik yang bisa mengantarkan umat islam menuju tecapainya kebahagiaan dunia dan akhirat

 

4.      KESIMPULAN

Dari paparan makalah ini, dapat saya simpulkan sebagai berikut;

 

4.1.      Berbagai pandangan filosofis pendidikan dari berbagai filosof muslim setelah dikaji dan sesuaikan dengan keadaan sosial atau lingkungan dapat diaplikasikan pada praktis pendidikan mulai dari; tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, subyek pendidikan (pendidik), anak didik, lingkungan pendidikan, dan metode pendidikan. Namun pada makalah saya ini hanya pada tiga poin yang pertama saja.

Misalnya : Tujuan filosofis pendidikan islam yaitu : Mencetak generasi muslim yang beriman dan bertakwa (mempunyai tingkat intlektual, emosional dan spiritul yang tinggi) serta mampu merespon perubahan jaman.

Kurikulum pendidikan (dalam arti sejumalah mata pelajaran beserta silabus atau pokok bahasan): Kurikulum yang harus dilalui peserta didik pada lembaga pendidikan islam harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang ;

 

 

Dari beberapa pandangan tokoh tentang pendidikan islam di atas adalah sangat penting untuk diambil intisarinya dan selanjutnya diterapkan pada sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan Islam saat ini.

Misalnya sebagaimana pandangan Al Ghazali kesucian jiwa pendidik dan anak didik harus dijaga pada saat-saat proses belajar mengajar, agar peserta didik dalam menerima ilmu yang disampaikan pendidik mudah diserap dan diamalkan oleh anak didik.

Pendidik yang ketaqwaannya kepada Allah sangat tinggi serta uswah hasanah dari seorang pendidik akan mudah terpancar kepada anak didik yang sedang mengikuti proses belajar mengajar.

Kita harus punya keyakinan yang kuat kepada Allah swt. bahwa barang siapa yang menolong agama Allah, pasti akan ditolong oleh Allah swt. Dengan keyakinan yang kuat atas pertolongan Allah swt kepada orang-orang yang menolong agama Allah swt. termasuk lewat dunia pendidikan, niscaya rizkinya akan dicukupi oleh Allah swt. sehinga dalam melaksanakan tugas mengajarnya tidak hanyak berfikir tentang imbalan yang akan diperolehnya setelah mengajar.

Metode Pendidikan : Seberapa banyak pendidik memiliki teroi tentang metode pendidikan, semakin banyak fariasi/kreatifitas pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan, semakin berfariasi metode dalam menyampaikan materi pelajaran maka semakin banyak pula materi yang diserap oleh anak didik.

4.2.   Usaha untuk meningkatkan kualitas pendidik mutlak dilakukan. Usaha itu bisa berbentuk kegiatan memperbanyak membaca sumber-sumber ilmu pengetahuan oleh si pendidik itu sendiri, atau dengan mengikuti berbagai kegiatan yang bisa meningkatan kualitas diri pendidik. Misalnya mengikuti workshop, seminar, pelatihan-pelatihan tentang kependidikan. Atau melanjutkan kuliah S2 dan S3 tentang kependidikan dan lain-lain.

Demikian paparan makalah ini semoga bermanfaat, Amin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad Tafsir (2006) Filsafat Pendidikan Islam. Rosdakarya, Bandung

Abdul Aziz Dahlan (2003) Pemikiran Falsafati dalam Islam. Djambatan, Jakarta

Abudin Nata (2005) Filsafat Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama, Jakarta

Eguene A. Myers (2003)  Zaman Keemasan Islam. Fajar Pustaka Jaya, Yogyakarta

Harun Nasution (1989) Falsafat Agama. Bulan Bintang, Bandung

Kemas Badaruddin (2007) Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar, Jogjakarta

Marimba, Ahmad D. (1974) Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Edisi IV, PT. Al Maarif Bandung

Muzayyin Arifin (2005) Filsafat Pendidikan Islam. Bumi Aksara, Jakarta

Sudjarwo (2006) Filsafat Pendidikan. Yayasan Kampusina, Surabaya

Thaha Abdul Baqi Suru (1993) Alam Pikiran Al Ghazali. Pustaka Mantis, Solo

Zuhairini (2004) Filsafat Pendidikan Islam. Bumi Aksara, Depag Jakarta

 



[1] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara hal, 149

[2] Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed. Filsafat Pendidikan Islam, hal 33

[3] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, hal 33

[4] Prof. Dr. H. Abduddin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Baru hal, 14

[5] Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed. Filasafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 108

[6] op.cit 212

[7] Ibid, 224

[8] Prof. Dr. Suwito, MA, Fauzan, MA., Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Kencana hal, 79

[9] UU No.20/2003 tentang Pendidikan Nasional

[10] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., GMP, hal 214

[11] Ibid, 234

[12] Prof. H. Muzayin Arifin, M.Ed. hal 81

[13] Op. cit, hal 226

[14] Ibid hal 226

[15] Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, hal 150

[16] Prof. Dr. H. Abduddin Nata, MA. Filsafat Pendidikan Islam, hal 226

[17] Thaha Abdul Baqi Surur, Alam Piemikiran Al Ghzalai, Pustaka Mantiq hal 55

[18] Ibid, hal 147

[19] Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam, Graha Ilmu hal, 42

[20] Drs. Suharta, Drs. Tata Iryanto, Kamus Bahasa Indonesia Terbaru, PT Indah Surabaya hal, 178

[21] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Rosda Bandung, hal, 50

Kamis, 07 April 2022

ISLAM DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PART V (Terakhir)

 

3.      Perkembangan kesenian

Profesor Dr. H,G. Farmer berkata, "Kalau kita lihat lautan lebar yang menceraikan antara Barat dan Timur, maka agaknya sukar dipercaya" bahwa Islam telah meninggalkan seni musik di Eropa. Hal ini memang demikian. Kita menerima seni musik itu secara vertikal, sedangkan orang Arab mengerjakannya secara horizontal". Vertikal maksudnya Barat menerima musik tidak langsung dari Yunani. Horizontal, maksudnya, orang Islam mengerjakan ciptaan-ciptaan musiknya dari Yunani.

Istilah harmonie, yang sekarang dipakai dalam ilmu seni musik, diduga orang-orang pandai, berasal dari orang Arab atau perkataan asing, yang masuk ke kandang permusikan, setelah memasuki Arab via Yunani.

Thantawi Jauhari, Profesor pada Universitas al-Azhar berpendapat, setelah memeriksa berbagai, pendapat' ulama Islam tentang seni musik, ternyatalah, ada beberapa ulama keberatan tentang musik. Keberatan itu, bukanlah keberatan prinsipil, melainkan keberatan, digunakannya seni musik untuk pekerjaan yang merendahkan peribudi kemanusiaan. Selain itu, menggembirakan tentang kesenian itu.

Pada taraf permulaan Hejaz, kita dapati orang menggunakan musik mensural Cara ini dinamakan mereka, dengan iqa artinya sama dengan rythm. Ketika Hejaz menjadi pus at poli¬tik, perkembangan seni musik tidaklah menjadi kurang karenanya. Bersamaan waktu itu kaum Muslimin mendapat teori baru tentang musik. Pendapat ini, diperoleh oleh seorang ahli musik Ibnu Misjah, wafat pada tahun 705 H, atau 714 M.

Dalam tahun 1290 M, seorang teoritikus musik Islam, bernama Safi ad Din Abd al-Mukminin, melahirkan teori musik baru. Teori ini, dikenal orang Eropa dengan nama Systematis Theory. Sebelum berakhirnya abad pertengahan, telah diciptakannya sistem perempat suara Quarter Tone. Sistem ini sekarang, masih dipakai oleh pemain-pemain musik Islam Timur. Sampai ke mana Islam telah mengantarkan musik, kita lihat perkembangan musik internasional. Kita melihat tulisan-tulisan musik berupa noten balk (not balok) atau yang memakai angka note do re mi, semuanya itu, masihlah pusaka Arab. Perhatikanlah goret-goretan alif, dan tanda-tanda mad, yang ditunjukkannya. Tidak usahlah ia seorang ahli musik, akan tetapi cukup kalau ia belajar ilmu tajwid, ia akan dapat mengenal musik itu, berasal dari dunia Islam.

Ada dua jenis musik dalam kalangan Islam. Pertama, musik vocal, dan kedua musik instrumental. Musik vocal telah melahirkan berbagai jenis musik, di antaranya qashidah (curahan kalbu), qit'a fragment, ghazal- love song. Yang populer adalah mawal - song of beauty. Nyanyian ini, sampai juga ke Indonesia. Yang banyak dibawa orang Eropa, ialah zayal dan muwashash.

Pusat pabrik alat-alat musik ialah di kota Sevilla, di sini berbagai macam alat musik telah dihasilkan. Ada alat yang semacam guitar yang dinamakan murabba'. Perkakas itu, bentuknya gepeng dan hampir merupakan empat sudut. Kemudian keluar alat lain, yang dinamakan qitara. Qitara ini sangat populer sekarang, dalam alat musik berbagai bangsa, yang dinamakan guitar.

Ada tiga istilah alat musik Barat, lebih-lebih musik klasik, yang agaknya pada masa kini, kurang diindahkan orang istilah itu, meskipun kurang diindahkan, akan tetapi penting sekali yaitu: musik pneumatic organ, hydraulis dan eschaquiel. Ketiga-tiga istilah ini, adalah diambil darii stilah Islam yaitu urganun, dulab dan al shaqira.

Sekolah musik didirikan pada mulanya oleh Shafi ad-Din Abd al-Mukmin, wafat tahun.1294. teori-teori musiknya, dapatdilihat dalam bukunya yang sangat termasyhur Syarafiya. bukunya yang lain, Buku Modus Music - Book of Musical Modes, tidak pula kurang nilainya dengan Syarafiya.

Orang Islam yang dianggap penulis pertama tentang teori musik, adalah Yunus al-Khatib. la wafat dalam tahun 765 M.

Dari dialah kebanyakan penulis-penulis musik Eropa mendapat keterangan-keterangan yang berharga, tentang musik. Abad teori musik, ditutup oleh seorang ahli musik ternama, yang namanya tidak boleh dilupakan umat Islam, ialah al Farabi. Kebanyakan buku-buku al-Farabi, banyak dijumpai dalam bahasa Eropa. Di antaranya Grand Book on Music (BukuAgung Musik), Styles in Music (Gaya Musik), On the Classification of Rhythm (tingkatan-tingkatan Rhythm).

AI-Kindi juga ahli musik yang terbesar dalam kalangan Islam. Buku-buku al-Kindi yang disalin adalah The Essentials of Knowledge in Music - Kepentingan pengetahuan Musik, On the Melodies - Ilmu Melody, The Necessary Book in Composition of Melodies - Buku Penting Mengarang Melodi.

Di samping kemajuan yang pesat dalam seni musik, juga seni lukis dan sastra maju dengan pesatnya. Bangunan-bangunan dari arsitek Muslim dihiasi dengan lukisan yang indah. Demikian juga seni sastra mempengaruhi sastra Barat hingga sekarang ini.

4.      Pengaruh Islam dalam IImu Pengetahuan di Dunia Barat

Terpesona akan kepelikan dan dahaga akan ilmu, orang-orang Barat bertolak ke tempat-tempat pusat ilmu Islam. Di sana, dipelajarinya beberapa mata pelajaran, dengan pertimbangan yang mungkin, bahwa ilmu itu dapat diajarkan kembali di tahah airnya. Pertimbangan itu didasarkan karena kurangnya ilmu Eropa, Spanyol adalah sebuah tempat yang paling mudah dicapai, untuk menuntut pelajaran Islam. Begitu keadaan berlangsung terus menerus.

Tahun 1100 M dipandang berbagai sarjana Barat, ilmu Kedokteran Islam mulai berkisar ke Barat. Betapa kedudukan ilmu kedokteran Barat sebelum itu di Eropa, dijelaskan oleh Prof. Dr. Charles Singer sebagai berikut: Ilmu Tasrih (anatomy) dan ilmu kedokteran sebenarnya tidak ada. Ilmu mengenal penyakit, dipergunakannya dengan cara yang bukan-bukan, dengan jengkalan jari. Oang hanya menggunakan tumbuh-tumbuhan dan menjadi tukang jual obat. Tahayul adalah masuk salah satu obat-obatan. Obat-obatan terdiri dari kumpulan ramu-ramuan, diperkllat dengan mantera. Ilm)l pengetahuan, yang menjadi unit' Hadi ilmu pengobatan, sama sekali tidak ada. Ilmu kedokteran Eropa adalah pelajaran yang diperoleh dari orang Islam

Hanya sebuah sudut Eropa, di Salerno dekat Naples terdapat Sekolah Dokter, didirikan oleh Constantine African. Constantine African, berasal dari Tunisia. la lama belajar kedokteran di negeri-negeri Islam. Kemudian jadi pendeta convent Monte Casino, di Campania. Dalam convent itu ia bekerja sampai wafat tahun 1087 M. menyalin buku-buku kedokteran Islam,mulai tahun 1070 M.

Dr. Max Mayerhof mengatakan: Satu sifat tidak baik terdapat pada pribadi Constantine African. la seorang tidak jujur, seorang plagiatist, seorang pencuri. Tidak malu-malu, segala karangan-karangan Islam yang disalinnya dalam bahasa Latin, diakui sebagai karangannya sendiri. Karangan Hunain dalam bahasa Arab, disalinnya ke dahlin bahasa Latin. Salinan itu disebutnya karangan ia sendifi. Karangan-karangan Ali Abbas (Haly Abbas) dan Ishaq Yu'da', disalinnya kembali, kemudian mengatakan, itu adalah karangan Constantine African. Waktu Constantinemenjadi murid pendeta Monte Casino, ia mulai menyalin Liber Experimentorum karangan ar-Razi (Rhazes), dengan pertolongan seorang Turki. ini dikenal di Barat dengan nama Johannes Afflacinus. Ini pun diakuinya karangannya sendiri.

Pada zaman Constantine African, peperangan dan permusuhan Kristen terhadap Islam menjadi-jadi, baik di Spanyol maupun di Sicillia. Pusat Sekolah Tinggi dan Ilmu Pengetahtuin Islam, pada masa itu berpusat di Toledo, Spanyol. Dalam tahun 1085 M., kota Toledo jatuh ke tangan Kristen. Segala orang dipaksa masuk Kristen. Yang menolak dibunuh mati atau dibakar. Berbagai guru pada Sekolah Tinggi Islam, terpaksa jadi Kristen, guna memeliharakan nyawanya. Islam pemeluk Kristen ini dinamakan Mozarabes. Mozarabes inilah, pemegang peranan penting mengembangkan ilmu Islam ke seluruh negeri-negeri Barat. Di Toledo sendiri, sekolah Tinggi Islam, masih diteruskan dengan selimut Mozarabes. Berbagai murid-muriid negeri Latin Eropa tumpah ruah ke sana.

Dengan istilah Mozarabes, ilmu-ilmu Islam sangat mudah masuk Eropa. Sungguh pun Islam telah jatuh, orang latin dan orang Eropa menyebutnya, mereka pergi ke Spanyol mempelajari Artes Arabum (Ilmu Arab). Demikianlah Eropa berani menelan kina yang dibungkus gula.

Orang Eropa pertama, mendapat pendidikan Islam Toledo, adalah Abolard Bath yang kemudian menjadi ahli matematika dan filsuf Inggris yang masyhur.

Gerard Cremona, mencoba mengimbangi Hunain Ibn Ishag, menyalin buku-buku Arab tentang filsafat, matematika, ilmu kedokteran. Lebih dari 80 buah buku karangan dalam bahasa Arab yang besar-besar, telah dipindahkan ke dalam bahasa Latin. Sarjana-sarjana Eropa menamakan Gerard ini dengan Bapak orang Eropa.

Rufino, seorang terpelajar Alexandria di Italia, menyiapkan pula buku salinan Hunain yang masyhur bernama quistiones medicae.

Toledo kemudian menjadi pusat perkembangan ilmu Islam Dunia Barat. Perkembangan itu dipercepat orang-orang Islam, yang pindah ke Eropa mencari pekerjaan. Mereka hidup dengan selimut Mozarabes.

Ibnu Rusyd mempunyai pengaruh besar di Perancis. Pendirian Universitas Paris di Perancis, bukan dari pengaruh Roma atau Sicilia, akan tetapi juga pengaruh Ibnu Rusyd yang dibawa orang dari Spagyol.

Di Jerman dibangun Universitas Weenen, didirikan tahun 1520 M. Universitas Frankfurt didirikan di Oder dalam tahun 1588 M. Buku-buku yang dipelajari pada curriculum medical,pada kedua universitas, tetap memakai buku-buku kedokteran Islam. Buku terpenting adalah karangan Ibnu Sina, AI-Qanun Fit Thib, dan buku karangan Ar-Razi, Ad Alman Sorem, semua buku kedokteran yang dipakai, kepunyaan pengarang-pengarang Islam.

Beratus-ratus buku ilmu Islam, menyebabkan suburnya Eropa, yang tadinya tanah mandul tak berarti.

Dr. Max Mayerhjff mengatakan, "Kedokteran Islam dan ilmu pengetahuan umumnya, menyinari matahari Hellenisme, hingga pudar cahayanya. Kemudian, ilmu Islam menjadi bulan di malam gelap gulita di Eropa. Abad pertengahan. Cahaya bulan, ditaburi oleh cahaya bintang, di malam gelap Eropa mengantar Eropa ke jalan Renaissanse. Karena itulah, Islam menjadi biang gerak besar, yang dipunyai Eropa sekarang. Dengan demikian pantas kita menyatakan, Islam harus tetap bersama kita".

Dengan mempelajari berbagai jenis pengaruh kebudayaan Islam di dunia Barat, maka hutang Barat pada orang Islam, cukup besar. Hutang ini tidak pernah ditagih oleh orang Islam.[1] Oleh karena itu, berbagai orang pandai Eropa, sekarang merasa bahwa kehidupan Eropa yang sebenarnya, dibelit oleh kebudayaan Islam sekelilingnya. Untuk melepaskan diri dari kebudayaan ini tidaklah mungkin, karena mereka sendiri telah mengakui kebudayaan itu, sebagai kebudayaan mereka sendiri. Kalau orang Islam bertambah maju dalam gelanggang ilmu pengetahuan dan kebudayaan, maka tidaklah ada halangan lagi bagi orang Islam sekarang, untuk menerima kembali kebudayaan itu, terutama dari segi bangunan.

Rupanya manusia bersifat sebagai ular besar, manakala sudah cukup kenyang, maka dirinya puas dan tidur pulas, tidak tahu lagi leher panjang akan ditebas orang. Tak tahu lagi bila bahaya akan menghampiri.

Demikian juga akan nasib umat Islam. Setelah mereka mengalami kemajuan sampai pada titik puncak, mereka lupa kalau bangsa lain sudah siap dan berencana untuk menggulingkan singgasana itu, waktu mereka lemah dan lengah.Rupanya semua itu felah terjadi. Hanya kurun sekarang ini dapat mempelajari sebab terjadinya penurunan dan kemunduran.

 

E.     PENUTUP

 

Dari gambaran umum makalah yang berjudul “ ISLAM DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN ” ini, jelas bahwa kita sebagai umat islam ;

1.                  Harus berusaha lebih mendalam lagi dalam mempelajari sumber ajaran Islam yang utama yaitu Al Quran dan As Sunnah

2.                  Harus terus menerus mengembangkan kemampuan untuk menggali sumber ilmu pengetahuan dari Al Quran

3.                  Senantiasa mengadakan pembahasan-pembahasan ilmiah dan memnyediakan waktu yang cukup untuk membaca, mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan

4.                  Menyediakan sarana prasarana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan

 

Demikian makalah ini kami sampaikan, semoga ada manfaatnya, Amin.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.                  Prof. Drs. Amsal Bakhtiar, MA. Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada

2.                  Dra. Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara

3.                  Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed. Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Revisi. Bumi Aksara

4.                  Imam Munawwir, Kebangkitan Islam, Bina Ilmu

5.                  Prof. Dr. Harun Nasution, Filsafat Agama, Bulan Bintang

6.                  Drs. Sidi Gazalba, Anziz Agama Islam

7.                  Philip K. Hitti, History Of The Arabs

8.                  Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Falsafi dalam Islam

9.                  Al Quranul Karim



[1] Ibid hal 108