Rabu, 30 September 2020

  Privacy
The owner of this blog does not share personal information with third-parties nor does the owner store information is collected about your visit for use other than to analyze content performance through the use of cookies, which you can turn off at anytime by modifying your Internet browser’s settings. The owner is not responsible for the republishing of the content found on this blog on other Web sites or media without permission.

Blog Comments
The owner of this blog reserves the right to edit or delete any comments submitted to this blog without notice due to;
1. Comments deemed to be spam or questionable spam
2. Comments including profanity
3. Comments containing language or concepts that could be deemed offensive
4. Comments that attack a person individually

Terms and Conditions
All content provided on this blog is for informational purposes only. The owner of this blog makes no representations as to the accuracy or completeness of any information on this site or found by following any link on this site. The owner will not be liable for any errors or omissions in this information nor for the availability of this information. The owner will not be liable for any losses, injuries, or damages from the display or use of this information.

This policy is subject to change at anytime.

Jumat, 25 September 2020

HARLAH LP. MA'ARIF NU

 HARLAH LP. MA'ARIF NU

MENUJU MA'RIFAH RUHANIYAH DAN MA'ARIFAH JASADIYAH

Assalaamu’alaikum wr. wb.

 Segala puji bagi Allah yang menggenggam segala urusan hambanya yang tidak terlewatkan walau sekecil dzarrohpun dari pandanganNya. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada kekasihnya, Rasululloh Muhammad saw.

 

Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat Hari Lahir Lembaga Pendidikan Ma’arif NU yang ke 91, yang diperingati secara virtual oleh LP. Ma’arif NU PBNU dan diikuti oleh seluruh PW LP. Ma’arif NU Se Indonesia dan juga para pejuang LP. Ma’arif NU di lembaga dalam naungan LP. Ma’arif NU se Indonesia. Semoga di usianya yang ke 91 bisa secara istiqomah mengabdikan diri dan mengemban amanat demi memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan, hususnya bagi warga Nahdliyyin.

 

Menggarisbawahi apa yang telah disampaikan oleh Rois ‘Am PBNU, KH. Miftahul Achyar, bahwa mengapa Nahdlatul Ulama memilih nama “Ma’arif” jamak dari “Ma’rifah”, untuk Lembaga baru yang dibentuk oleh PBNU pada waktu Mu’tamar NU ke empat di Semarang tahun 1929 yang lalu, karena PBNU ingin agar warga NU mempunyai Ma’arifah Ruhaniyah dan Ma’rifah Jasadiyah.

 

Pemilihan nama untuk lembaga atau departemen baru ini dengan nama “Ma’arif” tentu tidak sembarang memberi nama, tetapi sudah melalui berbagai ikhtiar dhohir dan batin sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para muassis NU dalam setiap membuat keputusan. Oleh karena itu nama dan tujuan dibentuknya “Ma’arif” ini harus ditanamkan kepada warga NU yang berjuang dan mengabdikan dirinya untuk NU di bidang pendidikan. Baik yang jadi pengurus, kepala sekolah/madrasah, wali murid, staf dan tukang sapu sekolah/madrasah sekalipun.

 

Penulis menangkap dua hal dari semangat juang para muassis NU dalam membentuk lembaga baru yang bernama “Ma’arif” ini yaitu, agar warga NU mampu menguasai ilmu pengetahuan dan dengan menguasai ilmu pengetahuan, NU bisa mencipatakan inovasi-inovasi baru yang membawa kemaslahatan bagi warga NU hususnya dan kaum muslimin pada umumnya.

 

Yang kedua dari semangat juang para muassis membentuk lembaga baru “Ma’arif” ini, adalah keyakinan bahwa dengan ilmu pengetahuan warga NU bisa menundukkan dan menguasai dunia, bahkan bisa memberi tantangan kepada dunia1[1]. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh “Ma’arif” jika semuanya bisa bekerja bersama-sama mengembangkan “Ma’arif” dan semua potensi yang dimiliki benar-benar diabdikan untuk Ma’arif.

 

Lembaga Pendidikan Ma’arif NU yang beberapa hari lalu di”Harlah”i oleh segenap civitas akademika dan juga ucapan selamat dari berbagai pihak, antara lain dari pejabat negara, para menteri, para tokoh agama dan para kolega baik dalam negeri maupun luar negeri, yang mengapresiasi hasil kinerja Lembaga Pendidikan Ma’arif NU dalam berkhidmah untuk negeri, menunjukkan betapa gairahnya orang luar kepada kita, apresiasi itu semakin meningkat seiring dengan meningkatnya prestasi yang dicapai oleh LP. Ma’arif NU. Tetapi bisa saja terjadi sebaliknya, dunia luar tidak akan memberi apresiasi apapun kepada kita, jika kita gagal mengemban amanat sebagai penjuang NU di bidang pendidikan. Bahkan secara khusus ketua Tanfidziyah PBNU Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj, MA. mengapresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kyai Arifin Junaidi, M.BA. sebagai ketua LP. Ma’arif NU PBNU yang telah berahasil membawa kemajuan yang belum pernah dicapai sebelumnya.

 

Sungguh berat memang amanah yang diberikan oleh Nahdlatul Ulama kepada Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, tetapi kita tidak boleh patah arang dan tidak boleh surut mundur ke belakang karena beratnya beban amanah yang harus ditanggung, pun demikian kita tidak boleh meminta-minta amanah untuk bisa menjadi pengurus LP. Ma’arif NU di semua tingkatan jika kita memang tidak punya kompetensi dan waktu luang untuk benar-benar mengabdi kepada LP. Ma’arif NU.

 

Tentunya beban berat itu seharusnya menjadi ringan jika jumlah pengurus LP. Ma’arif NU yang banyak dan mau bekerja bersama di bidang keahlian yang dimiliki masing-masing pengurus, dalam satu tujuan dan keinginan yaitu memajukan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. Jangan justru sebaliknya Lembaga Pendidikan Ma’arif NU menjadi berat mengurusi pengurus yang jumlahnya banyak tetapi tidak maksimal dalam pengabdiannya. Hal yang demikian ini menjadi problem yang biasa terjadi di setiap tingankatan kepengurusan organisasi apapun termasuk di dalam lingkungan Nahdlatul Ulama, yang sampai hari ini belum ditemukan solusi jitu untuk mengatasinya.

 

Tantangan yang dihadapi LP. Ma’arif NU tentu sangat banyak. Tantangan-tantangan itu perlu diklasifikasikan penyelesaiannya. Ada yang butuh diselesaikan dengan cepat, ada yang masih bisa ditunda. Ada yang butuh diselesaikan bersama dengan berkordinasi pihak lain ada yang cukup diselesaikan di internal NU sendiri dan sebagainya. Mengingat jumlah lembaga yang harus dibina oleh LP. Ma’arif NU itu jumlahnya ribuan, yakni 20 ribu sekian lembaga, hanya dengan kerja keras dan dengan niat tulus ikhlas mengabdi untuk NU melalui Lembaga Pendidikan Ma’arif NU semua problem itu insyaallah akan bisa terselesaikan.

 

Dari 20 ribu sekian lembaga itu, tentu mempunya sekian ratus ribu siswa bahkan jutaan siswa, sekian ratus ribu kepala sekolah/madrasah, sekian ratus ribu guru, sekian ribu yayasan, sekian ribu staf, sekian ribu tukang sapu. Kalau semua ini diurusi secara serius maka tidak cukup waktu dan tenaga kita untuk menyelesaikan problem yang dihadapi oleh LP. Ma’arif NU. Dari 20 sekian ribu lembaga itu, berapa lembaga yang sudah berkelasn internasional, berapa yang sudah unggulan, berapa yang masih sangat butuh bantuan pendampingan. Dari sekian juta siswa itu berapa yang sudah berkompetensi memuaskan dan berapa yang masih perlu terus dikembangkan potensinya. Dari sekian ratus ribu guru itu berapa guru yang sudah punya sertifikat pendidik dan berapa guru yang belum bersertifikat pendidik. Tentu sangat ribet dan ini mebutuhkan sentuhan yang tepat dari stakeholder setiap pengurus di semua tingkatan.

 

Menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah bangsa, bahwa , ketahanan dan kekuatan suatu bangsa terletak pada bidang pendidikan[2] . Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju, yang tidak didukung pendidikan yang kuat, jika ingin menjadi negara yang kuat, maju dan disegani dunia internasional, maka Indonesia harus menjadikan pendidikan sebagai bidang unggulan.

 

Begitu juga bagi warga Nahdlatul Ulama, kita harus memperkuat sektor pendidikan agar ilmu pengetahuan bisa kita raih, dan untuk bisa meraih ilmu pengetahuan, kita harus memapu menguasai Bahasa ilmu pengetahuan yang ada saat ini.

Untuk bisa menguasai itu, semua kita harus memperkuat kompetensi kepala sekolah/madrasah, guru, siswa agar secara bersama-sama kita bisa raih ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat tepat jika kita mengingat apa yang telah disampaikan oleh sayyidina Ali karromallohu wajhah. Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu”.[3]

 

Tantangan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU sekarang adalah bagaimana kita bisa mengembangkan potensi besar yang sudah dimiliki ini, menyatukan potensi-potensi yang berserakan untuk kita himpun menjadi satu kekuatan yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi untuk bisa secepatnya kita kuasai dunia.

 

Kita patut mencontoh semangat perjuangan bangsa Jepang sesaat setelah Herosima dan Nagasaki hancur lebur oleh bom Atom tentara sekutu. Saat itu Kaisar Jepang melakukan hal yang sangat dahsyat yaitu mengidentifikasi dan mengumpulkan data, masih punya berapa guru yang masih tersisa dan masih hidup.  Karena Kaisar Jepang berkeyakinan bahwa dengan pendidikan bangsa akan cepat pulih dan bisa menjadi negara besar dengan sangat cepat. Bukan berapa peralatan perang dan tentara yang masih ada yang dikumpulkan oleh Kaisar Jepang, tetapi guru yang paling diutamakan.

 

Jika melihat kenyataan sekarang bahwa jumlah warga NU sudah banyak yang menjadi Professor dan Doktor, dan sudah banyak Perguruan Tinggi NU seharusnya warga NU harus cepat bangkit dan segera bisa menguasi ilmu pengetahuan yang ada. Tinggal bagaimana NU memaksimalkan potensi yang dimilikinya melalui LP. Ma’arif NU.

 

Problem berikutnya yang dihadapi LP. Ma’arif NU adalah belum berhasilnya merangkul semua lembaga pendidikan yang adi di NU menjadi satu naungan dalam LP. Ma’arif NU. Kita masih berkutat pada klasifikasi lembaga yang ada menjadi tipe A, tipe B dan tipe C. Apalagi kalau kita sudah berbisacara sistem dan database lembaga yang ada dalam naungan LP. Ma’arif NU. Kita tidak pernah memiliki data yang mendekati kebenaran tentang berapa jumlah siswa-siswi yang di miliki oleh LP. Ma’arif NU. Selama ini kita hanya bisa menjawab jika ditanya, “Berapa jumlah siswa-siswi yang dimilik oleh LP. Ma’arif NU?”, jawab kita, “Hanya Allah swt. yang mengetahui”.[4]

 

Dan problem terakhir yang ingin saya sampaikan adalah belum adanya manajemen yang bisa mengantarkan kepada tercapainya tujuan pendidikan di LP. Ma’arif NU sesuai dengan namanya “Ma’arif” yaitu Ma’rifah Ruhaniyah dan Ma’rifah Jasadiyah. Apalagi guru-guru di lingkungan LP. Ma’arif NU yang telah menikmati uang sertifikasi dari Negara. Keikhlasan pengabdiannya sedikit terganggu oleh sertifikasi dikarenakan segala orientasi mengajarnya menjadi hanya untuk pemenuhan kewajiban secara administrative saja. Oleh karena itu mari kita kembali kepada jati diri kita sebagai pegiat pendidikan dalam naungan NU yaitu itu menjadi pengiat pendidikan yang Ma’arifah Ruhaniyah dan Ma’arifah Jasadiyah.

Ma’arifah Ruhaniyah dan Ma’arifah Jasadiyah dalam Bahasa sekarang mungkin bisa dartikan sebagai pendidikan karakter, yaitu pendidikan yang membentuk karakter siswa berakhlakul karimah dalam semua sisi kehidupan. Tidak hanya siswa tetapi seluruh civitas akademika di lingkungan LP. Ma’arif NU harus berakhlaqul karimah. Sebagaimana wejangan Mbah Hasyim Asy’arif bahwa : “ Semua amal ibadah, baik rohani maupun jasmani, perkataan maupun perbuatan, tidak akan dihitung kecuali disertai perilaku serta budi pekerti yang terpuji. Menghiasi amal di dunia dengan adab (karakter baik) menjadi tanda bahwa amal itu akan diterima kelak di akhirat (KH Hasyim Asy‘ari dalam karya klasiknya, Adabul ‘Alim wal Muta‘allim)”[5]

Kalau kita komitmen dan konsisten pada NU dan LP. Ma’arif NU mari kita menguatkan tekad untuk kembali kepada apa yang dicita-citakan para pendiri atau muassis Nahdlatul Ulama, menjadi insan yang berakhlaqul karimah luar dan dalam, hati dan perbuatan, kalbu dan lisan kita selalu kita hiasi dengan akhlaqul karimah, yang menentukan diterimanya amal perbuatan kita di dunia ini dan kita petik buahnya di akhirat kelak.

Kurang lebihnya mohon maaf, walllahul muwafiq ilaa aqwatitthoriq

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

 

*) Penulis adalah khodam di lingkungan PWNU Jawa Timur

 

 



[1]  Pidato Kyai Arifin Junadi disampaikan pada saat Rakernas LP. Ma’arif NU di Bandung tahun 2018

[2] Prof. Dr. Daoud Yusuf 2013

[3] Wasiat Sayyidina Ali kepada para sahabat yang lain

[4] Pidato Kyai Hasyim Muzadi pada saat ceramah Maulid di Istana

[5] Dikutip oleh Prof Dr. M. NUH, DEA. dalam seminar dengan judul : Pendidikan Karakter dalam Membangun Kemandirian Bangsa saat Dies Natatalis ke 53 UNY Yogyakarta