Kamis, 31 Agustus 2023

NASIKH- MANSUKH DALAM AL QURAN

 

NASIKH- MANSUKH DALAM AL QURAN

 

 

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

 

Pada kesempatan kali ini saya akan membicarakan tentang nasikh-mansukh dalam Al Quran, yang merupakan salah satu tema dalam ulumul Quran yang mngundang perdebatan para ulama.

Sebelum lebih jauh membahas nasikh-mansukh, alangkah lebih baiknya kalau kita menyamakan persepsi tentang makna nasikh-mansukh terlebih dahulu sehingga menghindari debat kusir yang tidak diperlukan.

 

Menurut bahasa, kata Nasakh sedikitnya mempunyai empat macam arti yaitu[1] ;

1.      Menghapus/meniadakan,

         Contohnya (                                                ) artinya Uban itu menghilangkan kemudaan. Dalam Al Quran juga ada contoh kata nasakh yang berarti menghapuskan (meniadakan) seperti ini, yaitu terdapat dalam firman Allah swt. Surat Al Hajj : 52

!$tBur $uZù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB 5Aqߧ Ÿwur @cÓÉ<tR HwÎ) #sŒÎ) #Ó©_yJs? s+ø9r& ß`»sÜø¤±9$# þÎû ¾ÏmÏG¨ÏZøBé& ã|¡Yusù ª!$# $tB Å+ù=ムß`»sÜø¤±9$# ¢OèO ãNÅ6øtä ª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎËÈ

         Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,

 

 

2.      Memindahkan sesuatu yang tetap sama. Dalam al quran tidak ada ayat yang berisi kata nasakh yang berarti pindah

 

3.      Menyalin/mengutip. Yakni nasakh diartikan dengan menyalin/mengutip tulisan dari satu buku ke dalam buku lain, dengan tetap adanya persamaan antara salinan/kutipan dengan yang dikutip. Dalam Al Quran surat Al Jatsiyah: 29

#x»yd $oYç6»tFÏ. ß,ÏÜZtƒ Nä3øn=tæ Èd,ysø9$$Î/ 4 $¯RÎ) $¨Zä. ãÅ¡YtGó¡nS $tB óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇËÒÈ

            (Allah berfirman): "Inilah Kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya kami Telah menyuruh mencatat (mengutip) apa yang Telah kamu kerjakan".

         Dalam ayat yang lain surat Al A’raf : 154 disebutkan ;

$£Js9ur |Ms3y `tã ÓyqB Ü=ŸÒtóø9$# xs{r& yy#uqø9F{$# ( Îûur $pkÉJyó¡èS Wèd ×puH÷quur tûïÏ%©#Ïj9 öNèd öNÍkÍh5tÏ9 tbqç7ydötƒ ÇÊÎÍÈ

            Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya (kutipan) terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.

 

4.      Mengubah dan membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya yakni, nasakh bermakna mengubah sesuatu ketentuan/hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, diganti dengan hukum baru yang lain ketentuannya. Dari Ayat Al Quran, juga ada lafal nasakh dengan arti seperti ini, yaitu terdapat dalam surat Al Baqoroh : 106

$tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÊÉÏÈ

         Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

 

Disamping makna nasakh secara lughowi yang beragam sebagaimana diatas, makna istilahi nasakhpun beragam adanya. Makna istilahi nasakh menurut para ulama adalah sebagai berikut [2] ;

 

1.      _1v Knæ _æäA Km oi  8äZ&Bi kb1 däËæã 7Bneã

 

         Nasakh ialah membatalkan hukum yang diperoleh dari nash (ketentuan dalil) yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nash yang datang kemudian

 

2.      éQ=E g~e9æ éQ=Feã kb<ã SY< 7Bneã

        

         Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak juga

 

 

3.        u-p 2Q é5ã=î&eã Si éQ=E g~e9æ éQ=Feã kb<ã SY< 7Bneã

ä&æä) dpvã kb<ã läbe rvqe

         Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak dengan adanya tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku.

 

4.      Menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula atau menghapuskan hukum syara dengan dalil syara yang lain [3].

 

Sementara itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa antara ulama-ulama mutaqoddimin dan muta’akhirin tidak sepakat dalam memberikan pengertian naskh secara terminologi. Hal itu terlihat dari kontroversi yang muncul di antara mereka dalam menetapkan adanya nasakh dalam Al Quran.[4] Misalnya, menurut Ibnu Katsir dan Al Maroghi menetapkan adanya pembatalan hukum dalam Al Quran, namun dengan tegas Al Ashfahani menyatakan bahwa Al Quran tidak pernah disentuh “pembatalan”.[5]

Nasakh bagi kalangan yang mengingkarinya dianggap sebagai “mimpi buruk” dan “suatu yang mengada-ada”. Karena itu orang-orang kafir meminta kepada Nabi Muhammad saw. suatu mukjizat yang oleh Al Quran diungkap dalam QS. Al Anbiya’ : 5

ö@t/ (#þqä9$s% ß]»tóôÊr& ¥O»n=ômr& È@t/ çm1uŽtIøù$# ö@t/ uqèd ֍Ïã$x© $uZÏ?ù'uŠù=sù 7ptƒ$t«Î/ !$yJŸ2 Ÿ@Åöé& tbqä9¨rF{$# ÇÎÈ

Bahkan mereka Berkata (pula): "(Al Quran itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, Maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagai-mana rasul-rasul yang Telah lalu di-utus".

 

Sebagaimana pendapat Amir Abd. Aziz yang dikutip oleh Kamaludin Marzuki, Nasakh berarti mencabut berlakunya hukum syarak dengan dalil syara’ yang datang belakangan [6] Ia dianggap oleh para pendukungnya sangat mungkin dan logis. Penetapan maupun pencabutan suatu hukum didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Dr. Shubhi Shalih memberi alas an dalam konteks ini dengan menganalogikan pada turunnya Al Quran kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur. Ayat-ayat Al Quran diturunkan oleh Allah sesuai dengan kasus yang terjadi, sesuai dengan realitas yang berkembang dan memperhatikan kesanggupan manusia yang mukallaf terhadap pesan yang dibawa oleh Al Quran. Di mata pendukung-pendukungnya, nasakh bukanlah aib bagi Allah yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, ulama seperti Shubhiy Shalih, Al Khu’I dan Amir Abd. Aziz dalam pembahasan ‘Ulumul Quran mereka, langsung masuk ke dalam materi Nasikh Mansukh.[7] Dan mereka membagi masalah Nasikh-Mansukh ini menjadi ;

a.      Ayat yang bacaan dan hukumnya dinasakh. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan diamalkan. Dalam hal ini Dr. Amir Abd. Aziz mengambil misal sebuah riwayat Al Bukhori dan Muslim. Yaitu hadis dari ‘Aisyah ra. Yang mengatakan ;

         êã dqA< òq&Y $äiqfRi Cj5 o6BnY $äiqfRi $äRM< =FQ d?îmã äji läa

Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al Quran) adalah sepuluh radla’at (isapan menyusu) yang diketahui, kemudian di nasakh dengan lima (isapan menyusu) yang diketahui. Maka Rasulullah saw. wafat.

 

Maksudnya, mula-mula ditetapkan, dua orang anak yang berlainan ibu sudah dianggap bersaudara apabila salah seorang di antara mereka sebanyak sepuluh isapan. Ayat tentang sepuluh atau lima isapan dalam menyusu kepada seseorang ibu ini sekarang tidak termaktub di dalam mushhaf karena baik bacaan maupun hukumnya telah dinaskh.

 

b.      Ayat yang bacaannya dinasakh, sedangkan hukumnya tidak. Contoh jenis ini biasanya, diambil tentang ayat rajam. Mula-mula, ayat raja mini terbilang ayat Al Quran, kemudian bacaannya dinasakh, sementara hukumnya tetap berlaku. Ayat yang dinyatakan mansukh (dinasakh) bacaannya sementara hukumnya tetap berlaku itu berbunyi ;

         ÁÁÁ äjsqL<äY Ö6~Feãp 7~Feã äm> ã:ã

Jika seorang pria tua dan wanita tua berbuat zina, maka rajamlah keduanya …

 

c.      Ayat yang bacaannya tetap berlaku, tetapi hukumnya tidak. Nasakh dalam kategori  inilah yang menjadi pembahasan luas pakar di Ulumul Quran. Dalam masalah ini pulalah, perselisihan pendapat di antara ulam terjadi. Misalnya mengenai QS. Al Baqoroh : 240

 

tûïÏ%©!$#ur šcöq©ùuqtGムöNà6YÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& Zp§Ï¹ur OÎgÅ_ºurøX{ $·è»tG¨B n<Î) ÉAöqyÛø9$# uŽöxî 8l#t÷zÎ) 4 ÷bÎ*sù z`ô_tyz Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ Îû $tB šÆù=yèsù þÎû  ÆÎgÅ¡àÿRr& `ÏB 7$rã÷è¨B 3 ª!$#ur îƒÍtã ×LìÅ6ym ÇËÍÉÈ

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Mulanya, jika seorang suami meninggal, sang istri, setelah berakhirnya masa iddah menanti selama satu tahun penuh tanpa mendapatkan warisan apa-apa. Tetapi ketetapan ini dinasakh dengan firman Allah QS. Al Baqoroh : 234

 

 

tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFムöNä3ZÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& z`óÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkô­r& #ZŽô³tãur ( #sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& Ÿxsù yy$oYã_ ö/ä3øŠn=tæ $yJŠÏù z`ù=yèsù þÎû £`ÎgÅ¡àÿRr& Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÌÍÈ

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka (Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan) menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

 

Kaitannya dengan pelaksanaan hukum, nasakh dibagi menjadi tiga, yaitu ;

 

1)      Nasakh perintah sebelum perintah itu sendiri dilaksanakan.

Contohnya : Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail. Perintah itu segera dicabut justru sebelum Ibrahim memotong leher putranya. Pencabutan perintah semacam ini bias disimak pula pada QS. Al Mujadilah : 12

 

 

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ãLäêøyf»tR tAqߧ9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ

Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Ayat ini menurut Al Zarkasyi dinasakh oleh ayat berikutnya yang berbunyi :

÷Läêø)xÿô©r&uä br& (#qãBÏds)è? tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU ;M»s%y|¹ 4 øŒÎ*sù óOs9 (#qè=yèøÿs? z>$s?ur ª!$# öNä3øn=tæ (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 ª!$#ur 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÌÈ

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

2)      Nasakh Tajawwuz

Yaitu nasakh terhadap perintah yang diwajibkan kepada umat sebelum Islam. Misalanya pembatalan terhadap berkiblat ke Bait al Makdis diganti menuju ke Ka’bah. Berkiblat ke Baitul Makdis diwajibkan kepada umat sebelum Islam. Kemudian peintah ini di nasakh. Selanjutnya umat Islam diwajibkan berkiblat ke Ka’bah.

 

3)      Nasakh terhadap perintah karena sebab tertentu yang kemudian dibatalkan lantaran hilangnya sebab.

Al Zamakhsyari memberi contoh, ketika umat Islam masih dalam keadaan lemah dan berjumlah sedikit diperintahkan bersabar tanpa diwajibkan ber amar makruf nahi munkar, jihad dan lainya. Tetapi setelah sebab itu sendiri hilang, atau dengan kata lain setelah umat Islam kuat dan berjumlah besar, maka diwajibkan ber amar makruf nahi munkar serta berjihad. Sebagaimana dalam QS: Al Jatsiyah : 14

 

 

@è% šúïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä (#rãÏÿøótƒ šúïÏ%©#Ï9 Ÿw tbqã_ötƒ tP$­ƒr& «!$# yÌôfuÏ9 $JBöqs% $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç6Å¡õ3tƒ ÇÊÍÈ

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah[1383] Karena dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang Telah mereka kerjakan.

 

[1383]  yang dimaksud hari-hari Allah ialah hari-hari di waktu Allah menimpakan siksaan-siksaan kepada mereka.

 

 

B.     Rukun dan Syarat Naskh

Dari beberapa definisi diatas baik lughowiyan wa ma’nawiyan, kita ambil pengertian ringkasnya menjadi rukun dan syarat Naskh sebagai berikut ;

 

1.      Adat Naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada.

2.      Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dial ah yang membuat hukum dan Dia pula yang menghapusnya

3.      Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, dihapuskan, atau dipindahkan [8]

 

Adapun syarat-syarat Naskh adalah :

 

1.      Yang dibatalkan adalah hukum syara’

2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntunan syarat’

3.      Pembatalan hukum tidak disebabkanoleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut

4.      Tuntunan yag mengandung naskh harus datang kemudian

 

 

C.     Ayat yang Terkena Nasakh

Setelah melakukan penelitian, para ulama dan ahli ushul bersepakat, bahwa nasakh hanya terjadi pada ayat amar (perintah) dan nahi (larangan) sampai amar dan nahi itu dalam bentuk khabar yang mempunyai pesan thalab. Sementara pada kalimat berbentuk  khabar yang bukan bermakna thalab, nasakh tidak terjadi. Termasuk dalam katergori ayat yang tak terkena nasakh ini adalah janji, ancaman, dan cerita-cerita mengenai berbagai umat.

Misalanya QS. Al Mukminun : 1-2

 

ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya

 

QS. Al Mukminun : 12-14

 

ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sƒø:$# ÇÊÍÈ

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

 

Menurut Abu al Qasim, dalam hubungannya dengan nasikh dan mansukh, surah-surah Al Quran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu ;

 

1.      Surat yang didalamnya tidak terdapat ayat-ayat nasikh dan tidak terdapat mansukh. Jumlahnya ada 43 surat

2.      Surat yang didalamnya terdapat nasikh tetapi tidak terdapat mansukh. Jumlahnya ada 6 surat

3.      Surat yang didalamnya terdapat ayat-ayat mansukh, tetapi tidak terdapat padanya nasikh. Jumlahnya 40 surat

4.      Surat yang kemasukan nasikh dan mansukh. Jumlahnya 25 [9]

 

Demikian sedikit makalah yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Prof. Abdul Djalal, H.A. Ulumul Quran, Edisi lengkap Dunia Ilmu Tahun 2000

DR, Rosihan Anwar, M.Ag., Ulumul Quran, Pustaka Setia, 2008

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al Quran, LKis, Pelangi Aksara, 2005

Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Rosda, 1992

Manna’ Al Qoththon, Mabahits fi Ulumil Quran, 19973

Muhammad Ali Ashshobuni, Tafsir ayat ahkam Bina Ilmu, 1985



[1] Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. Ulumul Qur’an, Edisi lengkap Dunia Ilmu, tahun 2000, hal 106

[2] Ibid, hal 111

[3] DR. Rosihon Anwar, M.Ag. Ulumul Quran untuk UIN, STAIN, DAN PTAIS, Pustaka setia, hal 165

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Quran, Rosda, Bandung, 1994 hal 136

[7] Ibid

[8] Op Cit, hal 166

[9] Op Cit, hal 143