HARLAH LP. MA'ARIF NU
MENUJU MA'RIFAH RUHANIYAH DAN MA'ARIFAH JASADIYAH
Assalaamu’alaikum wr. wb.
Segala puji bagi Allah yang
menggenggam segala urusan hambanya yang tidak terlewatkan walau sekecil
dzarrohpun dari pandanganNya. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
kekasihnya, Rasululloh Muhammad saw.
Sebelumnya
saya ingin mengucapkan selamat Hari Lahir Lembaga Pendidikan Ma’arif NU yang ke
91, yang diperingati secara virtual oleh LP. Ma’arif NU PBNU dan diikuti oleh
seluruh PW LP. Ma’arif NU Se Indonesia dan juga para pejuang LP. Ma’arif NU di
lembaga dalam naungan LP. Ma’arif NU se Indonesia. Semoga di usianya yang ke 91
bisa secara istiqomah mengabdikan diri dan mengemban amanat demi memajukan dan
meningkatkan kualitas pendidikan, hususnya bagi warga Nahdliyyin.
Menggarisbawahi
apa yang telah disampaikan oleh Rois ‘Am PBNU, KH. Miftahul Achyar, bahwa
mengapa Nahdlatul Ulama memilih nama “Ma’arif” jamak dari “Ma’rifah”, untuk
Lembaga baru yang dibentuk oleh PBNU pada waktu Mu’tamar NU ke empat di
Semarang tahun 1929 yang lalu, karena PBNU ingin agar warga NU mempunyai
Ma’arifah Ruhaniyah dan Ma’rifah Jasadiyah.
Pemilihan
nama untuk lembaga atau departemen baru ini dengan nama “Ma’arif” tentu tidak
sembarang memberi nama, tetapi sudah melalui berbagai ikhtiar dhohir dan batin
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para muassis NU dalam setiap membuat
keputusan. Oleh karena itu nama dan tujuan dibentuknya “Ma’arif” ini harus
ditanamkan kepada warga NU yang berjuang dan mengabdikan dirinya untuk NU di
bidang pendidikan. Baik yang jadi pengurus, kepala sekolah/madrasah, wali
murid, staf dan tukang sapu sekolah/madrasah sekalipun.
Penulis
menangkap dua hal dari semangat juang para muassis NU dalam membentuk lembaga
baru yang bernama “Ma’arif” ini yaitu, agar warga NU mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan dengan menguasai ilmu pengetahuan, NU bisa mencipatakan
inovasi-inovasi baru yang membawa kemaslahatan bagi warga NU hususnya dan kaum
muslimin pada umumnya.
Yang
kedua dari semangat juang para muassis membentuk lembaga baru “Ma’arif” ini, adalah
keyakinan bahwa dengan ilmu pengetahuan warga NU bisa menundukkan dan menguasai
dunia, bahkan bisa memberi tantangan kepada dunia1.
Hal ini bukan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh “Ma’arif” jika semuanya bisa
bekerja bersama-sama mengembangkan “Ma’arif” dan semua potensi yang dimiliki
benar-benar diabdikan untuk Ma’arif.
Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU yang beberapa hari lalu di”Harlah”i oleh segenap civitas
akademika dan juga ucapan selamat dari berbagai pihak, antara lain dari pejabat
negara, para menteri, para tokoh agama dan para kolega baik dalam negeri maupun
luar negeri, yang mengapresiasi hasil kinerja Lembaga Pendidikan Ma’arif NU
dalam berkhidmah untuk negeri, menunjukkan betapa gairahnya orang luar kepada
kita, apresiasi itu semakin meningkat seiring dengan meningkatnya prestasi yang
dicapai oleh LP. Ma’arif NU. Tetapi bisa saja terjadi sebaliknya, dunia luar
tidak akan memberi apresiasi apapun kepada kita, jika kita gagal mengemban
amanat sebagai penjuang NU di bidang pendidikan. Bahkan secara khusus ketua
Tanfidziyah PBNU Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj, MA. mengapresiasi yang
setinggi-tingginya kepada Kyai Arifin Junaidi, M.BA. sebagai ketua LP. Ma’arif
NU PBNU yang telah berahasil membawa kemajuan yang belum pernah dicapai
sebelumnya.
Sungguh
berat memang amanah yang diberikan oleh Nahdlatul Ulama kepada Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU, tetapi kita tidak boleh patah arang dan tidak boleh
surut mundur ke belakang karena beratnya beban amanah yang harus ditanggung,
pun demikian kita tidak boleh meminta-minta amanah untuk bisa menjadi pengurus
LP. Ma’arif NU di semua tingkatan jika kita memang tidak punya kompetensi dan
waktu luang untuk benar-benar mengabdi kepada LP. Ma’arif NU.
Tentunya
beban berat itu seharusnya menjadi ringan jika jumlah pengurus LP. Ma’arif NU
yang banyak dan mau bekerja bersama di bidang keahlian yang dimiliki
masing-masing pengurus, dalam satu tujuan dan keinginan yaitu memajukan Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU. Jangan justru sebaliknya Lembaga Pendidikan Ma’arif NU
menjadi berat mengurusi pengurus yang jumlahnya banyak tetapi tidak maksimal
dalam pengabdiannya. Hal yang demikian ini menjadi problem yang biasa terjadi
di setiap tingankatan kepengurusan organisasi apapun termasuk di dalam
lingkungan Nahdlatul Ulama, yang sampai hari ini belum ditemukan solusi jitu
untuk mengatasinya.
Tantangan
yang dihadapi LP. Ma’arif NU tentu sangat banyak. Tantangan-tantangan itu perlu
diklasifikasikan penyelesaiannya. Ada yang butuh diselesaikan dengan cepat, ada
yang masih bisa ditunda. Ada yang butuh diselesaikan bersama dengan
berkordinasi pihak lain ada yang cukup diselesaikan di internal NU sendiri dan
sebagainya. Mengingat jumlah lembaga yang harus dibina oleh LP. Ma’arif NU itu
jumlahnya ribuan, yakni 20 ribu sekian lembaga, hanya dengan kerja keras dan
dengan niat tulus ikhlas mengabdi untuk NU melalui Lembaga Pendidikan Ma’arif
NU semua problem itu insyaallah akan bisa terselesaikan.
Dari
20 ribu sekian lembaga itu, tentu mempunya sekian ratus ribu siswa bahkan
jutaan siswa, sekian ratus ribu kepala sekolah/madrasah, sekian ratus ribu
guru, sekian ribu yayasan, sekian ribu staf, sekian ribu tukang sapu. Kalau
semua ini diurusi secara serius maka tidak cukup waktu dan tenaga kita untuk
menyelesaikan problem yang dihadapi oleh LP. Ma’arif NU. Dari 20 sekian ribu
lembaga itu, berapa lembaga yang sudah berkelasn internasional, berapa yang
sudah unggulan, berapa yang masih sangat butuh bantuan pendampingan. Dari
sekian juta siswa itu berapa yang sudah berkompetensi memuaskan dan berapa yang
masih perlu terus dikembangkan potensinya. Dari sekian ratus ribu guru itu
berapa guru yang sudah punya sertifikat pendidik dan berapa guru yang belum
bersertifikat pendidik. Tentu sangat ribet dan ini mebutuhkan sentuhan yang
tepat dari stakeholder setiap pengurus di semua tingkatan.
Menjadi
suatu keniscayaan bagi sebuah bangsa, bahwa , ketahanan dan kekuatan suatu
bangsa terletak pada bidang pendidikan
. Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju,
yang tidak didukung pendidikan yang kuat, jika ingin menjadi negara yang kuat,
maju dan disegani dunia internasional, maka Indonesia harus menjadikan
pendidikan sebagai bidang unggulan.
Begitu
juga bagi warga Nahdlatul Ulama, kita harus memperkuat sektor pendidikan agar
ilmu pengetahuan bisa kita raih, dan untuk bisa meraih ilmu pengetahuan, kita
harus memapu menguasai Bahasa ilmu pengetahuan yang ada saat ini.
Untuk
bisa menguasai itu, semua kita harus memperkuat kompetensi kepala
sekolah/madrasah, guru, siswa agar secara bersama-sama kita bisa raih ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu sangat tepat jika kita mengingat apa yang telah
disampaikan oleh sayyidina Ali karromallohu wajhah. “Didiklah anakmu sesuai
dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu”.
Tantangan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU sekarang adalah
bagaimana kita bisa mengembangkan potensi besar yang sudah dimiliki ini,
menyatukan potensi-potensi yang berserakan untuk kita himpun menjadi satu
kekuatan yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi untuk bisa secepatnya kita
kuasai dunia.
Kita patut mencontoh semangat perjuangan bangsa Jepang
sesaat setelah Herosima dan Nagasaki hancur lebur oleh bom Atom tentara sekutu.
Saat itu Kaisar Jepang melakukan hal yang sangat dahsyat yaitu mengidentifikasi
dan mengumpulkan data, masih punya berapa guru yang masih tersisa dan masih hidup. Karena Kaisar Jepang berkeyakinan bahwa
dengan pendidikan bangsa akan cepat pulih dan bisa menjadi negara besar dengan
sangat cepat. Bukan berapa peralatan perang dan tentara yang masih ada yang
dikumpulkan oleh Kaisar Jepang, tetapi guru yang paling diutamakan.
Jika melihat kenyataan sekarang bahwa jumlah warga NU sudah
banyak yang menjadi Professor dan Doktor, dan sudah banyak Perguruan Tinggi NU
seharusnya warga NU harus cepat bangkit dan segera bisa menguasi ilmu
pengetahuan yang ada. Tinggal bagaimana NU memaksimalkan potensi yang
dimilikinya melalui LP. Ma’arif NU.
Problem berikutnya yang dihadapi LP. Ma’arif NU adalah
belum berhasilnya merangkul semua lembaga pendidikan yang adi di NU menjadi
satu naungan dalam LP. Ma’arif NU. Kita masih berkutat pada klasifikasi lembaga
yang ada menjadi tipe A, tipe B dan tipe C. Apalagi kalau kita sudah
berbisacara sistem dan database lembaga yang ada dalam naungan LP. Ma’arif NU.
Kita tidak pernah memiliki data yang mendekati kebenaran tentang berapa jumlah
siswa-siswi yang di miliki oleh LP. Ma’arif NU. Selama ini kita hanya bisa
menjawab jika ditanya, “Berapa jumlah siswa-siswi yang dimilik oleh LP. Ma’arif
NU?”, jawab kita, “Hanya Allah swt. yang mengetahui”.
Dan problem terakhir yang ingin saya sampaikan adalah belum
adanya manajemen yang bisa mengantarkan kepada tercapainya tujuan pendidikan di
LP. Ma’arif NU sesuai dengan namanya “Ma’arif” yaitu Ma’rifah Ruhaniyah dan
Ma’rifah Jasadiyah. Apalagi guru-guru di lingkungan LP. Ma’arif NU yang telah
menikmati uang sertifikasi dari Negara. Keikhlasan pengabdiannya sedikit
terganggu oleh sertifikasi dikarenakan segala orientasi mengajarnya menjadi
hanya untuk pemenuhan kewajiban secara administrative saja. Oleh karena itu
mari kita kembali kepada jati diri kita sebagai pegiat pendidikan dalam naungan
NU yaitu itu menjadi pengiat pendidikan yang Ma’arifah Ruhaniyah dan Ma’arifah
Jasadiyah.
Ma’arifah Ruhaniyah dan
Ma’arifah Jasadiyah dalam Bahasa sekarang mungkin bisa dartikan sebagai pendidikan
karakter, yaitu pendidikan yang membentuk karakter siswa berakhlakul karimah
dalam semua sisi kehidupan. Tidak hanya siswa tetapi seluruh civitas akademika
di lingkungan LP. Ma’arif NU harus berakhlaqul karimah. Sebagaimana wejangan
Mbah Hasyim Asy’arif bahwa : “ Semua amal ibadah, baik
rohani maupun jasmani, perkataan maupun perbuatan, tidak akan dihitung kecuali
disertai perilaku serta budi pekerti yang terpuji. Menghiasi amal di dunia
dengan adab (karakter baik) menjadi tanda bahwa amal itu akan diterima kelak di
akhirat (KH Hasyim Asy‘ari dalam karya klasiknya, Adabul ‘Alim wal Muta‘allim)”
Kalau kita komitmen dan
konsisten pada NU dan LP. Ma’arif NU mari kita menguatkan tekad untuk kembali
kepada apa yang dicita-citakan para pendiri atau muassis Nahdlatul Ulama,
menjadi insan yang berakhlaqul karimah luar dan dalam, hati dan perbuatan,
kalbu dan lisan kita selalu kita hiasi dengan akhlaqul karimah, yang menentukan
diterimanya amal perbuatan kita di dunia ini dan kita petik buahnya di akhirat
kelak.
Kurang lebihnya mohon maaf,
walllahul muwafiq ilaa aqwatitthoriq
Wassalaamu’alaikum wr.wb.
*) Penulis adalah khodam di
lingkungan PWNU Jawa Timur